Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa teknologi finansial (tekfin) berkembang cukup pesat di Indonesia. Kontribusinya terhadap ekonomi nasional dan memperbesar pada akses pembiayaan pun bagus.
Akan tetapi, perkembangan tekfin dalam layanan keuangan masih ada risiko. Kejahatan siber, misinformasi, transaksi error hingga penyalahgunaan data pribadi masih menghantui.
“Apalagi regulasi nonkeuangan perbankan tidak seketat regulasi perbankan. Oleh karena itu, pelaku tekfin perlu memperkuat tata kelola yang baik dan akuntabel serta memitigasi risiko yang muncul,” katanya pada sambutan virtual, Rabu (11/11/2020).
Jokowi menjelaskan bahwa dengan cara ini dia berharap tekfin bisa memberi layanan yang aman. Selain itu juga berkontribusi yang besar pada UMKM.
Saat ini, dukungan pinjaman nasional untuk tahun ini saja mencapai Rp128,7 triliun. Meningkat pesat 113 persen dibandingkan tahun lalu.
Sampai September 2020, terdapat 89 penyelenggara fintek yang berkontribusi Rp9,87 triliun pada transaksi jasa layanan keuangan Indonesia. Rp15,5 triliun disalurkan equity crowd funding.
Baca Juga
Meski begitu, masih ada pekerjaan rumah yang besar dalam tekfin. Literasi keuangan Indonesia juga masih rendah. Ada di angka 35,5 persen.
Masih banyak masyarakat yang gunakan layanan keuangan informal. Sedangkan baru 31,26 persen masyarakat yang pernah menggunakan layanan digital.
Sementara itu, indeks inklusi keuangan Indonesia masih tertinggal. Apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara di Asean.
“Pada 2019, indeks inklusi keuangan kita 76 persen. Singapura 98 persen, Malaysia 85 persen, dan Thailand 82 persen. Saya tekankan lagi kita masih di angka 76 persen,” jelasnya.