Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah diharapkan mampu memberi batasan-batasan yang wajar bagi perusahaan dalam hal kenaikan upah minimum. Pasalnya, hal tersebut disinyalir menjadi penyebab utama tingginya angka pekerja informal yang tak memiliki jaminan dan akses setara dengan pekerja formal.
Menurut Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azzam, sekitar 60 persen perusahaan di Indonesia tidak dapat memenuhi standar upah minimum yang ditetapkan pemerintah.
"Dengan demikian, kenaikan upah harus yang rasional. Jangan too good to be true! Terlalu indah untuk menjadi kenyataan, tapi tidak menjadi proteksi bagi dunia usaha. Kenaikan kesejahteraan buruh tidak diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi," ujar Bob kepada Bisnis, Rabu (21/10/2020).
Dengan mempertimbangkan kondisi perusahaan di Tanah Air, ujar Bob, formula kenaikan upah di PP No. 78/2015 dinilai menjadi penyebab menjamurnya tenaga kerja informal karena perusahaan tidak mendaftarkan diri sebagai badan usaha yang legal.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78/2015 tentang Pengupahan kenaikan upah ditentukan berdasarkan upah minimum tahun berjalan dikali dengan jumlah inflasi plus pertumbuhan ekonomi.
"Akibatnya, tenaga kerja informal tidak punya akses ke sektor perbankan, pajak tidak jelas, makanya tax ratio kita juga rendah, yakni cuma 8 persen. Kemudian, apabila pemerintah ingin memberikan bantuan ketika ada Covid-19, tenaga kerja informal ini tidak terdaftar dan membantu mereka jadi susah," jelasnya.
Baca Juga
Data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja sektor informal di Indonesia hampir mencapai 71 juta orang atau sekitar 52 persen dari total 136 juta angkatan kerja.