Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

1 Tahun Jokowi-Ma'ruf Amin, Ekonom: Tiap Warga Negara Dibebani Utang Rp20,5 Juta

Jika dihitung dari periode pemerintahan Jokowi dan Ma'ruf Amin yang dimulai Oktober 2019, maka kurang lebih peningkatannya mencapai Rp838,8 triliun hingga Agustus 2020. Pemerintah diperkirakan masih akan terus menambah utang dalam dua tahun ke depan.
Presiden Joko Widodo saat dilantik menjadi presiden periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019) - Bisnis/Nurul Hidayat
Presiden Joko Widodo saat dilantik menjadi presiden periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019) - Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Selama satu tahun periode pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, ternyata utang pemerintah Indonesia tumbuh sebesar sebesar US$200,1 miliar atau tumbuh 3,4 persen secara tahunan pada Agustus 2020.

Data ini dihimpun dari posisi utang luar negeri yang diterbitkan Bank Indonesia. Menurut Bank Indonesia (BI), perkembangan ini terutama didorong oleh penarikan sebagian komitmen pinjaman dari lembaga multilateral yang memberikan dukungan kepada Indonesia untuk menangani pandemi Covid-19 dan program pemulihan ekonomi nasional.

"ULN pemerintah hingga kini dikelola secara terukur dan berhati-hati untuk mendukung belanja prioritas pemerintah," ungkap Kepala Departemen Komunikasi, Direktur Eksekutif Informasi BI Onny Widjanarko.

Seperti diketahui, pemerintah mulai mengenjot utang ketika Indonesia terjangkit pandemi Covid-19. Per Agustus 2020, dari data Kementerian Keuangan, posisi utang pemerintah telah mencapai Rp5.594,93 triliun atau 34,53 persen dari PDB. Posisi ini meningkat dari Rp160,07 triliun dari posisi Juli 2020.

Angka ini meningkat luar biasa jika dibandingkan tahun lalu. Posisi utang pemerintah per akhir Agustus 2019 berada di angka Rp4.680,19 triliun atau 29,8 persen terhadap PDB.

Dengan demikian, selama satu tahun, pemerintah telah menambah utang sebesar kurang lebih Rp914 triliun. Namun, jika dihitung dari periode pemerintahan Jokowi dan Ma'ruf Amin yang dimulai Oktober 2019, maka kurang lebih peningkatannya mencapai Rp838,8 triliun hingga Agustus 2020.

Dari data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), posisi utang pemerintah per akhir Oktober 2019 berada di angka Rp4.756,13 triliun. Rasio utang tersebut mencapai 29,87 persen terhadap PDB.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengungkapkan utang pemerintah masih akan terus bertambah hingga 2022.

"Belum apalagi outlook rasio pajak masih akan rendah karena pemerintah bagi bagi insentif sampai 2022 khususnya penurunan tarif PPh badan," ujar Bhima.

Indonesia juga tercatat menempati urutan ke-7 tertinggi diantara negara berpendapatan menengah dan rendah dalam Utang Luar Negeri (ULN) yakni US$402 miliar. Data ini dikutip dari International Debt Statistics 2021-Bank Dunia.

"Beban ULN Indonesia jauh lebih besar dari Argentina, Afrika Selatan dan Thailand."

Ditengah situasi pandemi pemerintah terus menambah utang dalam bentuk penerbitan utang valas yang rentan membengkak jika ada guncangan dari kurs rupiah.

Pemerintah pada tahun 2020 menerbitkan Global Bond sebesar US$4,3 miliar dan jatuh tempo pada 2050 atau tenor 30,5 tahun.

"Artinya, pemerintah sedang mewarisi utang pada generasi kedepan," ujar Bhima.

Menurut perhitungannya, setiap 1 orang penduduk di era Pemerintahan Jokowi-Maa’ruf Amin tercatat menanggung utang Rp20,5 juta, yakni utang pemerintah Rp5.594,9 triliun per Agustus 2020 dibagi 272 juta penduduk. Artinya, dari bayi hingga manula yang menjadi warga negara Indonesia memiliki beban utang yang sama. 

Bahkan, dia mengingatkan sampai 2050, Indonesia masih akan menanggung utang dari apa yang ditarik untuk pembiayaan pandemi saat ini, karena ada tenor global bond yang mencapai 30,5 tahun tersebut.

Gampang Tarik Utang

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa Indonesia memiliki akses pinjaman yang lebih mudah dibandingkan dengan negara lain.

Sri Mulyani Indrawati mengatakan tidak sulit bagi Indonesia untuk mendapatkan akses utang atau pembiayaan di pasar keuangan global jika dibandingkan dengan negara lainnya, seperti Brazil dan Turki.

Hal ini disebabkan reputasi dan kemampuan Indonesia dalam mengelola anggaran mendapat  respon yang positif dari investor global.

Menurutnya, utang dibutuhkan untuk menambal kebutuhan anggaran dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

Peningkatan pembiayaan utang Indonesia di masa pandemi ini pun kata Sri Mulyani masih berada dalam koridor, yaitu untuk penanganan pandemi Covid-19 dan memperbaiki perekonomian.

"Banyak negara yang sedang krisis tapi tidak dapat akses seperti Indonesia. Kita tetap melakukan komunikasi sehingga investor bisa meng-assess risikonya. Itu semuanya merupakan buah yang terjadi sekarang ini," katanya.

Selain mudah mengakses pembiayaan di pasar global, Sri Mulyani menambahkan, Indonesia juga berhasil mendapat akses utang dengan biaya atau bunga yang lebih murah. Misalnya, green sukuk yang diterbitkan pada pertengahan tahun ini.

"Suku bunga yang kita dapatkan paling rendah dalam 5 tahun terakhir," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hadijah Alaydrus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper