Bisnis.com, JAKARTA — Selain produsen baterai kendaraan listrik asal China dan Korea Selatan, investor dari Jepang juga disebut berpotensi untuk bergabung dalam proyek patungan penghiliran nikel baterai di Indonesia.
Sebelumnya diberitakan bahwa dua produsen baterai kendaraan listrik terbesar dunia, Contemporary Amperex Technology Co. Ltd. (CATL) dari China dan LG Chem Ltd. dari Korea Selatan telah menandatangani perjanjian (head of agreement) dengan PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) untuk proyek baterai senilai US$12 miliar atau lebih kurang Rp180 triliun tersebut.
Group CEO Mining and Industry Indonesia (MIND ID) Orias Petrus Moedak mengatakan bahwa proyek patungan tersebut masih terbuka untuk mitra potensial lainnya. Selain dua perusahaan dari China dan Korea Selatan tersebut, juga tengah dilakukan penjajakan dengan perusahaan asal Jepang.
"Ada yang approach, tapi belum sejauh China dan Korea [Korsel]. Kami lihat potensi dari Jepang, tapi sementara Korea dan China," katanya dalam diskusi media, Kamis (15/10/2020).
Dalam proyek industri baterai secara terintegrasi dari hulu hingga ke hilir ini akan dibentuk Indonesia Battery Holding (IBH) yang melibatkan MIND ID, PT Pertamina (Persero), dan PT PLN (Persero).
Nantinya, IBH bersama anak usaha masing-masing ketiga perusahaan tersebut, serta mitra dari luar negeri akan membentuk usaha patungan tiap sektornya. Proyek JV ini melingkupi proyek smelter HPAL dan RKEF di sisi hulu, kemudian proyek precursor, proyek katoda, sel baterai dan kotak di sektor intermediate, serta ESS-charging station-power solutions hingga daur ulang di sisi hilir.
Baca Juga
Untuk proyek HPAL dan RKEF dipertimbangkan akan dibangun di Maluku Utara atau Konawe Utara, Sulawesi Tenggara dengan estimasi nilai investasi sekitar US$2,5 miliar—US$3 miliar. Kapasitasnya mencapai 50.000 ton per tahun untuk HPAL dan 100.000 ton per tahun untuk RKEF.