Bisnis.com, JAKARTA – AirAsia Group Bhd. akan menghentikan operasi bisnisnya di Jepang di tengah upaya menekan pengeluaran karena pandemi Covid-19 nyaris menghapus permintaan perjalanan secara global.
Dilansir dari Bloomberg, AirAsia unit Jepang menyatakan pada Senin (5/10/2020) bahwa maskapai low-cost carrier terbesar kedua di Asia Tenggara itu telah menghentikan operasinya.
Penghentian ini akan memangkas pengeluaran yang ditanggung oleh induk usaha. Langkah lebih lanjut atas keputusan tersebut akan dibuat sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku, termasuk Undang-Undang Penerbangan Sipil Jepang.
Maskapai penerbangan berbiaya rendah tersebut mendapat tekanan besar tahun ini karena Covid-19 mengguncang industri penerbangan. AirAsia mencatat kerugian terbesar dalam sejarah pada kuartal II/2020.
Chief Executive Officer AirAsia Tony Fernandes tengah melakukan pembicaraan untuk membentuk usaha patungan dan kolaborasi yang dapat menghasilkan investasi tambahan guna menyelamatkan perusahaan.
“Kami telah menyimpulkan bahwa akan menjadi hal yang sangat menantang bagi kami untuk terus beroperasi tanpa adanya kejelasan dan kepastian pemulihan pascapandemi,” kata kepala operasional AirAsia Jepang Jun Aida, seperti dikutip Bloomberg.
Baca Juga
Sebelumnya, Menteri Penerbangan Indai Hardeep Singh Puri mengatakan AirAsia akan berhenti beroperasi di India karena beragam masalah yang dihadapi perusahaan.
Konglomerasi Tata Group yang memegang hak operasional AirAsia di India menolak berkomentar. Adapun juru bicara kementerian penerbangan kemudian mengatakan pernyataan tersebut telah dipelintir oleh media.
Sementara itu, lini bisnis penerbangan jarak jauh AirAsia, AirAsia X, mengatakan tengah melakukan pembicaraan dengan kreditur untuk melakukan restrukturisasi. Hal ini dilakukan karena perusahaan tengah menghadapi tekanan likuiditas yang mengancam keberlangsungan usaha.
Maskapai penerbangan secara global terpaksa meng-hanggar-kan ribuan pesawat karena pemerintah sejumlah negara menutup perbatasan dan membatasi pergerakan untuk menekan penyebaran virus.
Sejumlah maskapai telah melakukan berbagai cara untuk mengumpulkan modal tambahan dan mencari dukungan negara dalam upaya mereka untuk tetap bertahan.
Sementara itu, International Air Transport Association memperkirakan permintaan perjalanan udara tidak akan kembali ke tingkat sebelum Covid-19 hingga tahun 2024.