Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kontraksi Ekonomi Indonesia Tak Sedalam Singapura, Ini Alasannya

Pada kuartal II/2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sebesar minus 5,32 persen. Sementara itu, Singapura pada periode yang sama mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar minus 12,6 persen.
Pengamat Ekonomi M. Chatib Basri./FB Sri Mulyani
Pengamat Ekonomi M. Chatib Basri./FB Sri Mulyani

Bisnis.com, JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih tinggi daripada negara lain di kawasan Asia Tenggara, seperti Singapura. Apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi?

Pada kuartal II/2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sebesar minus 5,32 persen. Sementara itu, Singapura pada periode yang sama mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar minus 12,6 persen.

Ekonom Universitas Indonesia Chatib Basri mengatakan ada dua alasan yang menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak serendah negara lain. Pertama, perbedaan penerapan kebijakan lockdown. Seperti diketahui, Singapura memiliki kebijakan lockdown yang lebih ketat daripada Indonesia.

Kebijakan lockdown yang ketat tersebut berimplikasi pada kontraksi perekonomian yang tajam. Dengan harapan, lockdown tersebut akan membuat pemulihan ekonomi lebih cepat.

"Karena kita terapkan partial lockdown, relatif lebih luwes dibandingkan Singapura, kontraksi di kita relatif kecil dibandingkan negara-negara itu [Singapura, Thailand, dan Filipina]," katanya dalam Indonesia Knowledge Forum (IKF) IX 2020 yang digelar BCA, Selasa (6/10/2020).

Menurutnya, semakin terkait dengan perekonomian global, maka pertumbuhan ekonomi akan mudah terpukul karena pandemi. Hal itu pun terjadi pada Singapura yang terikat dengan perekonomian global.

Hal ini berbeda dengan Indonesia, yang memiliki share trade ekonomi global dengan GDP sebesar 32 persen, sehingga jika terjadi kontraksi pada perekonomian global maka hanya 32 persen saja yang terdampak.

"Itu yang menjelaskan kenapa dampaknya relatif ringan dibandingkan negara lain," sebutnya.

Ada fakta menarik yang berkaitan dengan perkembangan Covid-19 dengan aktivitas masyarakat. Jika kasus kematian meningkat, masyarakat cenderung hanya akan diam di rumah tidak lebih dari lima hari. Setelahnya, masyarakat kembali ke luar rumah yang kemudian berakhir dengan peningkatan kasus kembali.

Chatib menjelaskan masyarakat tetap memilih ke luar rumah karena persoalan ekonomi. Hal ini terihat dari apabila indeks ekonomi rendah, maka orang yang keluar rumah akan meningkat.

Lantaran hal tersebut, dinilai pembatasan sosial skala besar (PSBB) tidak akan berjalan selama pemeritnah tidak menyalurkan Bantuan Langsung Tunai (BLT).

"Orang pergi ke luar rumah memang punya dampak penambahan kasus baru, kasus kematian naik orang tinggal di rumah, tetapi tidak dalam waktu lama. Orang ke luar karena pesoalan ekonomi, kalau angka ekonomi jelek orang akan ke luar rumah," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper