Bisnis.com, JAKARTA - Adanya gelombang kedua penyebaran Covid-19 di sejumlah negara ditenggarai sebagai faktor penekan melempemnya harga minyak dunia.
Seperti dilansir dari Bloomberg, harga minyak kembali tertekan setelah sempat naik ke level US$43 per barel di akhir Agustus lalu, seiring dengan munculnya tanda-tanda kebangkitan kembali pandemi yang membuat sejumlah negara memberlakukan lockdown lagi.
Staf Pengajar Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto mengatakan melemahnya harga minyak dunia disebabkan oleh adanya sentimen menurunnya permintaan komoditas tersebut seiring dengan diberlakukannya lockdown jilid II di berbagai negara yang mencatatkan kembali peningkatan kasus positif Covid-19.
Sementara itu, sentimen perang di Timur Tengah justru seharusnya bisa meningkatkan harga minyak dunia. Tetapi, pada kenyataannya harga minyak dunia belum bisa merangkak naik.
"Sentimennya karena itu [gelombang kedua Covid-19]. Selain itu kan biasa di dalam trading ada profit taking," katanya kepada Bisnis, Senin (28/9/2020).
Senada, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menjelaskan, kontributor terbesar pergerakan harga minyak dunia pada pekan lalu adalah penyebaran Covid-19 yang kembali naik.
"Saya kira Covid menjadi kontributor terbesar. Bursa saham di Eropa juga lumayan dalam jatuhnya akibat ketakutan perkembangan Covid-19 tersebut," katanya kepada Bisnis, Senin (28/9/2020).
Harga minyak West Texas Intermediate untuk pengiriman November melemah 0,9 persen menjadi US$39,88 per barel di New York Mercantile Exchange per pukul 7.58 pagi waktu London setelah turun 2,1 persen minggu lalu.
Sementara harga minyak Brent untuk kontrak November penyelesaian turun 0,8 persen menjadi US$41,58 di ICE Futures Europe Exchange setelah jatuh 2 persen pada hari Jumat.
Berdasarkan data Bloomberg per pukul 18.00 WIB, harga minyak WTI Crude Oil menguat 0,52 persen ke level US$40,44 per barel, sedangkan harga minyak Brent di bursa ICE naik 0,41 persen ke level US$42,09.
Seperti dilansir dari Bloomberg, harga minyak kembali tertekan setelah sempat naik ke level US$43 per barel di akhir Agustus lalu, seiring dengan munculnya tanda-tanda kebangkitan kembali pandemi yang membuat sejumlah negara memberlakukan lockdown lagi.
Staf Pengajar Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto mengatakan melemahnya harga minyak dunia disebabkan oleh adanya sentimen menurunnya permintaan komoditas tersebut seiring dengan diberlakukannya lockdown jilid II di berbagai negara yang mencatatkan kembali peningkatan kasus positif Covid-19.
Sementara itu, sentimen perang di Timur Tengah justru seharusnya bisa meningkatkan harga minyak dunia. Tetapi, pada kenyataannya harga minyak dunia belum bisa merangkak naik.
"Sentimennya karena itu [gelombang kedua Covid-19]. Selain itu kan biasa di dalam trading ada profit taking," katanya kepada Bisnis, Senin (28/9/2020).
Senada, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menjelaskan, kontributor terbesar pergerakan harga minyak dunia pada pekan lalu adalah penyebaran Covid-19 yang kembali naik.
"Saya kira Covid menjadi kontributor terbesar. Bursa saham di Eropa juga lumayan dalam jatuhnya akibat ketakutan perkembangan Covid-19 tersebut," katanya kepada Bisnis, Senin (28/9/2020).
Harga minyak West Texas Intermediate untuk pengiriman November melemah 0,9 persen menjadi US$39,88 per barel di New York Mercantile Exchange per pukul 7.58 pagi waktu London setelah turun 2,1 persen minggu lalu.
Sementara harga minyak Brent untuk kontrak November penyelesaian turun 0,8 persen menjadi US$41,58 di ICE Futures Europe Exchange setelah jatuh 2 persen pada hari Jumat.
Berdasarkan data Bloomberg per pukul 18.00 WIB, harga minyak WTI Crude Oil menguat 0,52 persen ke level US$40,44 per barel, sedangkan harga minyak Brent di bursa ICE naik 0,41 persen ke level US$42,09.