Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah Indonesia menyerukan negara G20 untuk bersama-sama menjaga stabilitas dan ketahanan energi di tengah tantangan perekonomian global dan situasi pandemi virus Covid-19.
Pesan ini disampaikan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif saat mengikuti pertemuan virtual Menteri-Menteri Energi Anggota G20 atau G20 Energy Ministers' Meeting, Minggu (27/9/2020).
"Covid-19 telah menciptakan krisis ekonomi dan menurunkan permintaan energi. Sebaiknya, semua [anggota] G20 bahu membahu memastikan stabilitas pasar energi dan menjaga keterjangkuan (pasokan). Indonesia mengutamakan betul hal ini," ujar Arifin, dikutip dari siaran pers, Senin (28/9/2020).
Guna mengatasi permasalahan di sektor energi, sambung Arifin, Indonesia mengedepankan energi baru terbarukan (EBT) sebagai proyek pemulihan investasi.
"Indonesia tengah menyiapkan terobosan kebijakan yang lebih ramah lingkungan kepada para investor," katanya.
Langkah konkrit yang ditempuh pemerintah Indonesia dengan memperkuat kolaborasi data bersama di sektor energi yang lebih luas dan transparan melalui platform yang telah ada, yaitu Joint Organisations Data Initiative (JODI).
Baca Juga
"Kolaborasi [data] ini akan meningkatkan kualitas dan keterbukaan data dan informasi. Ini dipastikan menggairahkan investasi energi," kata Arifin.
JODI merupakan inisiatif penyediaan data energi global secara terbuka yang merupakan hasil kolaborasi enam organisasi internasional dan negara anggotanya.
Keenam organisasi tersebut antara lain yaitu Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), Statistical Office of the European Communities (Eurostat), Gas Exporting Countries Forum (GECF), International Energy Agency (IEA), Latin American Energy Organization (OLADE), Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), dan United Nations Statistics Division (UNSD).
Awal terbentuknya JODI hanya diperuntukkan bagi data minyak global dan mulai diperluas lingkupnya di sektor gas pada 2008. Pada pertemuan Energy Sustainability Working Group (ESWG) G20 tahun ini, para negara-negara anggota berharap lingkup JODI diperluas kembali bagi semua sektor energi.
Arifin juga menyoroti pola mitigasi emisi karbon oleh negara G20 terhadap perubahan iklim yang diakibatkan oleh gas rumah kaca. Oleh karena itu, pemilihan teknologi dan opsi sumber energi harus disesuaikan dengan masing-masing negara.
"Kami tegaskan lagi, penting menggunakan berbagai macam sumber energi dan kemungkinan teknologi dalam penerapan Circular Carbon Economy [CCE] Paltform, termasuk sampah, gas, dan panas bumi," ungkap Arifin.
Salah satu implementasi teknologi yang menjadi jawaban dalam mengurangi mengurangi pemanasan global adalah Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS).
"Kami mengundang negara-negara anggota G20 jika berminat melakukan kajian baik teknis maupun non-teknis CCS atau CCUS pada proyek pembangunan [energi] di Indonesia," ujar Arifin.
Untuk itu, pemerintah Indonesia mengapresiasi langkah Kerajaan Arab Saudi selaku pemegang posisi presidensi G20 pada 2020 mengangkat isu 4R (Reduce, Reuse, Recycle, Remove) dalam konsep CCE Platform.
Menurutnya, isu 4R adalah bagian penting dalam mengembalikan peran biofuel dan hydrogen sebagai cross cutting yang penting dalam CCE Platform. Apalagi, Indonesia telah berhasil mengimplementasikan program mandatori B30 di sektor transportasi, pembangkit listrik, industri, dan komersial.
"Kami percaya langkah ini akan cepat lebih cepat tercapai jika kita bisa berkolaborasi. Kami harap kerja sama ini dapat ditingkatkan untuk menggali potensi [energi] kami di CCE," kata Arifin.