Bisnis.com, JAKARTA - Lebih dari tiga bulan sejak penyusunan dana untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN), serapannya mencapai 36,6 persen.
Artinya, anggaran yang sudah digunakan sebesar Rp254,4 triliun dari total Rp695,2 triliun hingga pertengahan September.
Pada pembahasan perdana pada akhir Mei lalu, ada enam sektor yang bakal menerima stimulus, yakni kesehatan (Rp87,55 triliun), perlindungan sosial (Rp203,9 triliun), sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah (Rp106,11 triliun), pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM (Rp123,46 triliun), korporasi (Rp53,6 triliun), serta insentif usaha (120,61 triliun).
Namun, seiring berjalannya waktu, pagu tersebut mengalami penyesuaian, yakni kesehatan (Rp84,02 triliun), perlindungan sosial (Rp242,01 triliun), sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah (Rp71,54 triliun), pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM (Rp128,05 triliun), korporasi (Rp49,05 triliun), dan insentif usaha (120,61 triliun).
Penyesuaian ini dikarenakan pemerintah melihat ada program yang sulit dilakukan dan lambat terserap tahun ini. Oleh karena itu, bantuan dialihkan ke program yang paling penting juga mudah dibagikan.
Sekretaris Komite Penanganan Covid-19 dan PEN Raden Pardede mengatakan bahwa daripada uang tersebut macet dan membuat penyaluran tidak maksimal lebih baik dimanfaatkan untuk yang lebih signifikan.
Baca Juga
“Kita pindahkan yang relatif lambat dan tidak bisa jalan. Karena kita mau mempercepat penyerapan dan stimulasi ekonomi,” katanya, Rabu (23/9/2020).
Kegiatan yang dirasa sulit berjalan adalah program padat karya yang dianggarkan untuk sektor kementerian/lembaga. Alokasi sekitar Rp18 triliun ini setelah dievaluasi tidak akan mampu terlaksana.
Lalu dari sisi kesehatan, anggaran untuk pembelian vaksin akan dihapus. Obat menyembuhkan Covid-19 itu dipastikan tidak bisa tersedia untuk tahun ini.
Raden menjelaskan bahwa uang yang terkumpul Rp42,65 triliun sebagian besar dialihkan untuk perlindungan sosial. Selain itu juga untuk UMKM.
Untuk memaksimalkan serapan PEN, pemerintah juga memiliki usulan program baru yang terkait dengan kepemilikan lahan dan bangunan.
Pemerintah akan menanggung perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan (BPHTB) untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Tidak hanya itu, pemerintah membebaskan pembayaran angsuran pokok dan bunga, untuk KPR maksimal Rp500 juta dan PPh BPHTB berupa rumah sederhana dan rumah sangat sederhana dari 5 persen menjadi 1 persen.
Terakhir, pemerintah akan mendorong bunga kredit konstruksi rendah. Menurut Raden, kebijakan ini akan segera difinalisasi oleh tim pelaksana, satuan tugas (satgas) penanganan Covid-19, dan satgas PEN yang dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan.
“Juga ada program perluasan subsidi upah untuk guru honorer, perluasan bantuan presiden produktif dari Rp9 juta menjadi Rp15 juta, beli produk UMKM, dan voucher pariwisata,” jelasnya.
Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Kesejahteraan Sosial Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Maliki mengatakan bahwa agar program perlindungan sosial bisa tersalurkan 100 persen, kesamaan data terhadap penerima bantuan harus segera dilakukan.
Saat ini Bappenas tengah mengonsolidasikan data terpadu kesejahteraan sosial, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, PT PLN (Persero), dan kartu prakerja. Ini harus ditindaklanjuti dengan integrasi penerima bantuan.
Apabila tidak ada masalah, dia optimistis bantuan dari pemerintah bisa terdistribusi dengan lancar.
“Kalau dilakukan disiplin dalam satu bulan ke depan, kita bisa akselerasi penyerapan pada bulan Oktober-November,” jelasnya.