Bisnis.com, JAKARTA – Perbandingan antara jumlah pekerja konstruksi yang sudah bersertifikasi keahlian maupun keterampilan dengan yang belum masih timpang, ungkap Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo).
Ketua Umum Inkindo Peter Frans mengatakan program sertifikasi tenaga kerja konstruksi memang diperlukan.
"Dalam Undang-undang 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi juga diamanatkan semua pekerja konstruksi harus memiliki sertifikat. Soal angkanya Ditjen Bina Konstruksi sudah tahu gapnya berapa antara yang sudah sertifikasi dan yang belum, masih jauh sekali," ujarnya kepada Bisnis pada Rabu (16/9/2020).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah tenaga kerja konstruksi di Indonesia mencapai 8,3 juta pekerja. Dari jumlah tersebut, hanya 666.000 pekerja yang bersertifikat. Jumlah ini terdiri dari tenaga ahli dan tenaga terampil dengan komposisi paling banyak pada jumlah tenaga terampil.
Peter mengaku sangat mendukung program sertifikasi dari Kementerian PUPR bagi para pekerja konstruksi khususnya tenaga ahli dan tenaga terampil.
Dengan program ini, para pekerja akan mendapatkan keringanan biaya pengurusan sertifikasi tersebut bila dibandingkan dengan harus mengurus secara mandiri.
"Soal biaya mungkin bukan gratis, tapi akan disubsidi, sehingga lebih murah. Seperti yang kami lakukan pada 2019, kami dilibatkan oleh LPJK [Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi] untuk sertifikasi pekerja konstruksi tidak hanya tenaga kerja di Inkindo, tapi secara umum dan mau bekerja di berbagai proyek," ujarnya.
Menurut data LPJK sampai 28 Agustus 2020, jumlah tenaga kerja konstruksi yang sudah melakukan registrasi mencapai 627.276 orang. Jumlah tenaga terampil mencapai 494.682 orang, sedangkan tenaga ahli 171.566 orang.