Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor Agustus 2020 mencapai US$13,07 miliar, turun 8,36 persen secara year-on-year (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$14,26 miliar.
Sementara itu, secara bulanan, realisasi ekspor pada Agustus 2020 juga menunjukkan tren penurunan, yakni 4,62 persen dari posisi Juli 2020, yang senilai US$13,70 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan komoditas ekspor yang mengalami peningkatan terbesar secara bulanan yaitu bijih, terak, dan abu logam dengan peningkatan senilai US$102,2 juta.
"Tujuan utama ekspor ini ke China, Jepang, dan Jerman," katanya dalam konferensi pers via daring, Selasa (15/9/2020).
Kemudian, disusul oleh barang dari besi dan baja dengan kenaikan US$67,5 juta dengan tujuan utamanya ke Inggris dan Amerika Serikat. Komoditas kendaraan dan bagiannya mengalami kenaikan senilai US$39,4 juta dengan tujuan ke Filipina dan Thailand.
Lalu timah dan barang dari timah dengan peningkatan senilai US$33,9 juta dan garam, belerang, batu, dan semen dengan kenaikan US$12,9 juta.
Di sisi lain, penurunan ekspor paling besar dicatatkan oleh komoditas logam mulia, perhiasan/permata senilai US$169,6 juta, yang banyak dikirim ke Swiss, Singapura, dan Jepang.
Kemudian disusul oleh lemak dan minyak hewan/nabati senilai US$160,2 juta ke India, China, dan Jepang. Lalu, bahan bakar mineral turun senilai US$144,4 juta.
"Alas kaki juga turun US$63,3 juta dan besi baja turun US$26,6 juta," kata Suhariyanto.
Secara kumulatif, ekspor Indonesia pada periode Januari-Agustus 2020 tercatat senilai US$103,16 miliar atau turun 6,51 persen secara tahunan. Share ekspor nonmigas terbesar yaitu lemak dan minyak hewan/nabati sebesar 12,40 persen dengan nilai US$12,14 miliar dan bahan bakar energi sebesar 11,99 persen senilai US$11,74 miliar.
Suhariyanto menyebutkan penurunan tersebut disebabkan oleh permintaan negara lain yang masih lemah dan aktivitas ekonomi belum berjalan dengan normal.