Bisnis.com, JAKARTA —Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor Agustus 2020 mencapai US$13,07 miliar, turun 8,36 persen secara year-on-year (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya senilai US$14,26 miliar.
Sementara itu, secara bulanan, realisasi ekspor pada Agustus 2020 menunjukkan tren penurunan, yakni 4,62 persen dari posisi Juli 2020 sebesar US$13,70 miliar. Secara tahunan, ekspor pada bulan kedelapan mengalami kontraksi karena ekspor migas turun sebesar 27,23 persen dan nonmigas susut 7,16 persen.
"Ekspor yang turun dua komoditas, migas dan nonmigas. Nonmigas turun dipengaruhi komoditas logam mulia, minyak nabati, mineral besi dan baja, serta alas kaki," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers yang disiarkan secara langsung melalui YouTube resmi BPS, Selasa (15/9/2020).
Sementara itu, untuk ekspor secara bulanan, Suhariyanto mengatakan seluruh sektor menunjukkan penurunan. Sektor migas turun sebesar 9,94 persen, pertanian minus 2,37 persen, industri pengolahan turun 4,91 persen, serta sektor pertambangan dan lainnya turun 0,28 persen secara bulanan.
Kepala BPS memerinci, ekspor pertanian turun karena didorong oleh obat aromatik dan rempah-rempah, tembakau, kopi, mutiara, dan kepiting. Sektor industri pengolahan negatif karena beberapa komoditas, seperti logam dasar mulia, kelapa sawit, dan sepatu olahraga.
"Untuk pertambangan, komoditas yang turun seperti batu bara, kemudian biji besi," katanya.
Secara kumulatif, ekspor Indonesia pada periode Januari-Agustus 2020 tercatat senilai US$103,16 miliar atau turun 6,51 persen secara tahunan. Share ekspor nonmigas terbesar yaitu lemak dan minyak hewan/nabati sebesar 12,40 persen dengan nilai US$12,14 miliar dan bahan bakar energi sebesar 11,99 persen senilai US$11,74 miliar.
Suhariyanto menyebutkan penurunan tersebut disebabkan oleh permintaan negara lain yang masih lemah dan aktivitas ekonomi belum berjalan dengan normal.