Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Deflasi Lagi, Inflasi 2020 Bisa Jadi Terburuk dalam Sejarah

Virus yang menyerang sejak Maret lalu menggerogoti konsumsi seluruh lapisan masyarakat, sehingga menekan laju inflasi.
Pedagang menata barang dagangannya di Pasar Senen, Jakarta, Senin (4/5/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pedagang menata barang dagangannya di Pasar Senen, Jakarta, Senin (4/5/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks harga konsumen (IHK) pada Agustus alami deflasi 0,05 persen. Bulan sebelumnya juga sama, yaitu 0,10 persen.

Ini membuat laju IHK sepanjang tahun kalender hanya sebesar 0,93 persen. Padahal, 4 bulan lagi tahun 2020 akan berakhir.
 
Direktur Eksekutif Center of Reform in Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal mengatakan bahwa biasanya, dalam dua bulan pertama inflasi bisa di atas 1 persen.
 
“Saya perkirakan tahun ini bisa jadi inflasi paling rendah dalam 20 tahun terakhir. Atau mungkin secara keseluruhan karena kita tidak pernah di bawah 2 persen,” katanya saat dihubungi, Selasa (1/9/2020).
 
Mengacu pada data BPS, Faisal memperkirakan inflasi 2020 paling tinggi 1,5 persen. Penyebab utamanya adalah pandemi Covid-19.
 
Virus yang menyerang sejak Maret lalu menurutnya menggerogoti konsumsi seluruh lapisan masyarakat. Rendahnya permintaan sehingga membuat inflasi tidak begitu sehat.
 
Faisal menjelaskan bahwa inflasi yang sehat adalah saat permintaan tinggi tapi kemampuan pemerintah dalam menahan kenaikan harga barang bagus. Bukan seperti saat ini penyebab turunnya komoditas karena permintaan rendah.
 
“Ini akhirnya terkait juga dengan pertumbuhan ekonomi. Maka wajar inflasi rendah karena demand rendah. Ini biasanya berkolerasi dengan pertumbuhan yang rendah. Kita prediksi pertumbuhan tahun ini bukan rendah lagi tapi kontraksi di kisaran -1,5 sampai 3 persen,” jelasnya.
 
Bukan hanya IHK saja yang serapannya rendah, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur pun sama. Tercatat dari 46,9 pada Juli menjadi 50,8 bulan selanjutnya.
 
Faisal menuturkan bahwa permintaan yang lemah terjadi baik dalam maupun luar negeri. Hal yang bisa dilakukan hanya kontrol dalam negeri.
 
Pemerintah bisa meminta kementerian atau lembaga negara sejenis untuk lebih memprioritaskan pengadaan barang dan jasa produk lokal. Boleh mengambil dari luar apabila internal benar-benar tidak bisa memproduksinya.

“Selain itu juga ada kebijakan yang terkait sehingga industri manufaktur bisa mendapatkan jaminan pasar dari dalam negeri,” jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper