Bisnis.com, JAKARTA - Posisi cadangan devisa mencapai level tertinggi sepanjang sejarah pada Juli 2020, yang dipengaruhi oleh sentimen positif investor di pasar global.
Bank Indonesia mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2020 adalah sebesar US$135,1 miliar, meningkat dibandingkan dengan posisi akhir Juni 2020 sebesar US$131,7 miliar.
Peningkatan cadangan devisa pada Juli 2020 antara lain dipengaruhi oleh penerbitan global bond dan penarikan pinjaman pemerintah.
Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan peningkatan tersebut mengindikasikan kepercayaan investor masih cukup baik terhadap kondisi fiskal maupun ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
Hal ini terlihat dari membaiknya beberapa instrumen, misalnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang meski mencatat pertumbuhan negatif 5,32 persen, namun masih lebih baik dibandingkan dengan negara emerging market lainnya.
"Kondisi pasar akhir-akhir ini cukup tenang, tidak ada gejolak yang berarti. Angka pertumbuhan ekonomi kita masih relatif baik dibanding emerging market, minusnya single digit dibanding negara emerging market lain yang jauh lebih buruk," katanya kepada Bisnis, Minggu (9/8/2020).
Baca Juga
Selain itu, lanjutnya, penurunan harga minyak juga menyebabkan sentimen membaik. Di sisi lain, beberapa produk unggulan Indonesia, yaitu CPO, nikel, dan tembaga terjadi kenaikan harga. Menurutnya, faktor ini juga yang akan mendorong membaiknya defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
David memperkirakan, sentimen positif tersebut akan membuat posisi cadangan devisa tetap bertahan cukup kuat dalam beberapa bulan ke depan.
Meski demikian, menurutnya, pemerintah masih perlu memperhatikan penanganan pandemi Covid-19. Pemerinta juga perlu membuat roadmap rencana pemulihan ekonomi sejalan diproduksinya vaksin Covid-19.
"Penanganan ini juga diperhatikan pelaku pasar," katanya.
Senada, Peneliti Ekonomi Senior Institut Kajian Strategis (IKS) Eric Alexander Sugandi mengatakan dibandingkan dengan awal kasus Covid-19 di dunia, investor global saat ini sudah relatif lebih tidak reaktif atau panik karena wabah Covid-19 adalah kenyataan yang harus diterima.
Selain itu, kebijakan stimulus fiskal, quantitative easing (QE), dan rezim suku bunga rendah di negara maju, terutama Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang, yang menyebabkan tambahan likuiditas global.
"Sebagian dari tambahan likuiditas global ini mengalir ke emerging markets, termasuk ke Indonesia. Ini menyebabkan demand terhadap global bonds cukup besar," katanya.
Menurut Eric, cadangan devisa bisa meningkat ke kisaran US$138-US$140 miliar, salah satunya karena pemerintah akan menarik utang lebih untuk membiayai defisit APBN. Arus masuk ke bursa saham dan pasar obligasi juga akan mendukung kenaikan cadangan devisa.
Di samping itu, dia mengatakan surplus neraca perdangangan sampai akhir tahun juga akan membantu kenaikan cadangan devisa, sejalan dengan negara-negara tujuan utama ekspor Indonesia mulai membuka sejumlah sektor perekonomian.
Adapun BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Posisi cadangan devisa Juli 2020 setara dengan pembiayaan 9,0 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
BI pun memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi.
Dia memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan risiko pandemi Covid-19 akan tetap ada, sehingga masih memberikan ketidakpastian di pasar keuangan global.
Menurutnya, defisit transaksi berjalan (CAD) pada tahun ini akan menyusut sehingga berdampak baik pada neraca perdagangan, cadangan devisa hingga nilai rupiah, dikarenakan impor yang diprediksi masih akan tertekan dibanding ekspor.
"Kami merevisi perkiraan CAD 2020 dari -1,81 persen PDB menjadi -1,49 persen PDB. Angka baru tersebut menyempit dari posisi tahun lalu sebesar -2,72 persen dari PDB," katanya.