Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah perusahaan minyak dan gas bumi global kompak memangkas anggaran investasinya sepanjang semester I/2020.
Pelemahan harga minyak dunia, kondisi kelebihan pasokan, serta lemahnya permintaan komoditas di dunia akibat terbatasnya mobilisasi masyarakat di dunia karena pandemi Covid-19 menjadi faktor perusahaan-perusahaan raksasa itu mengkencangkan ikat pinggangnya.
Berdasarkan laporan resmi ExxonMobil Corporation, pada kuartal II/2020, memangkas belanja modal menjadi US$5,3 miliar, lebih rendah US$2 miliar dibandingkan dengan belanja modal yang dikucurkan pada kaurtal I/2020.
Adapun, pada tahun ini ExxonMobil memangkas biaya investasi dari US$33 miliar menjadi US$23 miliar seiring dengan peningkatan efisiensi, harga komoditas yang rendah, dan laju proyek yang lebih lambat.
Tidak hanya itu, penghematan dilakukan biaya operasional perseroan yang ditargetkan bisa ditekan sebesar 15 persen karena pengurangan aktivitas dan penurunan volume.
"Pandemi Covid-19 berdampak kepada kinerja keuangan dan operasi perseroan yang menyebabkan pengurangan biaya modal dan kas operasional dari yang direncanakan," sebut manajemen.
Baca Juga
Sementara itu, Chevron Corporation juga memutuskan untuk leih efisien untuk menghadapi kondisi industri hulu migas yang belum membaik.
CEO Chevron Corporation Michael K. Wirth mengatakan bahwa untuk merespon kondisi hulu migas yang berat, pihaknya mengurangi anggaran belanja modal dan memangkas biaya operasional pada tahun ini.
Pada kuartal II/2020, Chevron hanya merealisasikan belanja modal senilai US$3 miliar atau persen di bawah anggaran per kuartalnya.
Untuk sepanjang tahun ini, Chevron merevisi turun belanja modalnya menjadi senilai US$14 miliar.
Sementara itu, biaya operasi pada kuartal II/2020 terealisasi senilai US$7,1 miliar, meningkat 13 persen jika dibandingkan dengan kuartal II/2020.
"Sementara tidak ada tanda-tanda pemulihan dari permintaan dan harga komoditas ke level pada masa sebelum pandemi, hasil keuangan mungkin terus tertekan hingga kuartal ketiga 2020," jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Dwi Soetjipto Dwi Soetjipto mengungkapkan tren investasi hulu migas di dunia mengalami penurunan.
Dwi memaparkan, tren investasi hulu migas global pada tahun ini diproyeksikan turun sekitar 30 persen menjadi US$228 miliar dari target awal pada 2020 senilai US$325 miliar.
Sementara itu, di dalam negeri target investasi tahun ini ditargetkan mencapai US$13,8 miliar, tapi karena terdampak pandemi Covid-19 dan pelemahan harga minyak dunia investasi hingga akhir tahun hanya akan mencapai US$11,6 miliar atau turun 16 persen dari target.
Adapun, SKK Migas mencatat, hingga semester I/2020 realisasi investasi di sektor hulu migas senilai US$4,73 miliar atau 34 persen dari target 2020.
“Jadi kita [Indonesia] masih turunnya jauh lebih baik dari pada tren hulu migas global,” ungkapnya.
Di lain pihak, Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral periode 2014--2019 Arcandra Tahar menjelaskan, sejatinya industri migas adalah industri yang sangat befluktuasi.
Pasalnya, para pelaku industri tidak bisa mengendalikan harga komoditas tersebut, tidak jarang harganya bisa merosot jauh dari nilai keekonomian dan juga bisa sangat melesat.
Untuk itu, salah satu yang bisa dikendalikan oleh perusahaan migas untuk mengantisipasi pelemahan harga komoditas adalah efisiensi.
"Karena efisiensi ini menjadi sesuatu yang bisa di-control perusahaan tersebut dalam masa di bawah ini," jelasnya.