Bisnis.com, JAKARTA - Setidaknya ada tiga sistem informasi dalam tiga kementerian berbeda yang akan disatukan guna mendukung peningkatakan kinerja industri baja nasional.
Adapun ketiga sistem informasi tersebut adalah Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS) milik Kementerian Perindustrian, Inatrade milik Kementerian Perdagangan, dan Indonesia National Single Window (INSW) milik Kementerian Keuangan.
Nantinya, rekomendasi untuk mengimpor baja akan dikeluarkan melalui sistem hasil gabungan tiga sistem tersebut, yakni Sistem Informasi Baja Nasional (Sibana).
"Dari tiga kementerian ini kami berusaha untuk menyatukan [menjadi] satu sistem sehingga jadi satu dashboard komprehensif untuk menghasilkan kebijakan izin importasi baja," ujar Ketua Klaster Baja Lapis Aluminium Seng Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Henry Setiawan dalam webinar "Sinergi Industri Nasional Dalam Membangun Industri Baja", Jumat (24/7/2020).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian periode 2017-2020 Harjanto mengatakan misi utama SIBANA adalah menghilangkan praktik-praktik curang dalam importasi produk baja.
Pasalnya, volume permintaan nasional dan kemampuan pabrikan lokal dalam memenuhi permintaan tersebut akan dapat diakses oleh seluruh pihak.
Henry menyampaikan pihaknya terus mengawal pembentukan Sibana sejak 2-3 tahun terakhir. Namun kemudian, lanjutnya, kelanjutan sistem informasi tersebut belum kunjung selesai.
Seperti diketahui, Sibana direncanakan akan dicangkokkan ke dalam SIINAS dalam proses mendapatkan rekomendasi izin impor oleh Kementerian Perindustrian. Pencangkokan tersebut dinilai industriwan penting untuk memperjelas dan melindungi industri baja nasional.
"Pemberian rekomendasi ini tentunya menjadi salah satu alat untuk proteksi," Direktur Eksekutif Indonesia Zinc Aluminium Steel Industry (IZASI) Maharani Putri belum lama ini.
Adapun, Maharani menjadikan percepatan penyelesaian Sibana menjadi permintaan resmi IZASI dalam melindungi industri baja nasional, khususnya baja lapis. Selain percepatan Sibana, Maharani meminta setidaknya dau hal lain kepada pemerintah.
Pertama, percepatan keputusan bea masuk anti dumping (BMAD) aja lapis. Adapun, Izasi telah melayangkan petisi kepada Komite Anti Dumping Indonesia sejak kuartal III/2019.
Kedua, percepatan proses wajib dari SNI baja lapis, baja lapis warna, dan profil baja ringan. Maharani berujar perubahan sifat SNI dari sukarela menjadi wajib dapat menjadi non-tariff measure (NTM) untuk melindungi pabrikan nasional.
Maharani menilai langkah tersebut menjadi penting lantaran pemerintah Indonesia telah membuka banyak pasar terbuka dengan beberapa negara asal impor baja lapis. Menurutnya, saat ini pembahasan perubahan jenis SNI tersebut masih didiskusikan dalam internal Kementerian Perindustrian.
Maharani menyampaikan isu yang sedang didiskusikan dalam perubahan jenis SNI tersebut masih berputar dalam kesiapan industri kecil dan mencegah (IKM) baja dalam mengikuti SNI tersebut. Maharani menilai pertanyaan tersebut tidak sesuai.
Menurutnya, industri baja nasional tidak memiliki pabrikan dengan kapasitas IKM. Pasalnya, industri baja merupakan industri padat modal, sedangkan IKM notabenenya merupakan industri padat karya.