Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diharapkan terus berbenah dan mengevaluasi kebijakan insentif pajak yang telah dijalankan sejauh ini.
Dalam publikasi resmimya Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menyampaikan kebijakan yang sudah ada perlu disempurnakan agar lebih menjawab kebutuhan dari pelaku usaha.
"Seperti penyesuaian tarif pajak final, simplifikasi administrasi perpajakan yang terkait hak wajib pajak, dan peningkatan kepastian dalam pemeriksaan dan sengketa pajak," tulis CITA dikutip, Rabu (22/7/2020).
CITA menambahkan bahwa insentif yang efektif akan mendorong perbaikan perekonomian. Sebaliknya, jika kebijakan tak sesuai ekspektasi maka efeknya akan sangat negatif baik bagi perekonomian maupun penerimaan pajak.
Seperti diketahui penerimaan dari pajak menjadi tantang terjal akibat perlambatan kegiatan ekonomi efek Covid-19. Realisasi pajak semester I-2020 sebesar Rp531,7 triliun (44 persen dari Perpres 72/2020) atau terkontraksi 12 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Hampir seluruh jenis pajak utama mengalami kontraksi. PPh Nonmigas turun 10,1 persen, PPN dan PPnBM turun 10,7 persen, PBB, dan pajak lainnya turun 18,89 persen, serta yang lebih tajam penurunannya adalah PPh Migas 40,1 persen.
Baca Juga
Kontraksi penerimaan pajak tidak hanya dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang melemah namun juga karena pemberian insentif pajak dalam rangka penanganan dampak Covid-19 yang diberikan kepada masyarakat maupun dunia usaha.
Dari sisi sektoral, penerimaan pajak semua sektor mengalami tekanan namun tekanan pada Juni masih lebih baik jika dibandingkan dengan Mei.
Bahkan sektor transportasi dan pergudangan justru tumbuh positif di Juni 2020 yakni 9,3 persen jika dibandingkan dengan Mei. Hal ini menunjukkan pola perubahan konsumsi masyarakat setelah berakhirnya masa PSBB.
"Belanja pajak lah yang menjadi pembuktikan bahwa negara benar-benar hadir pada lapisan bawah dan paling membutuhkan," tukasnya.