Bisnis.com, JAKARTA-Upaya untuk memperkuat rantai pasok dingin dengan adanya kewajiban pelaku usaha perunggasan untuk membangun rumah potong hewan unggas (RPHU) dikhawatirkan tak akan secara otomatis menyelesaikan permasalahan di subsektor ini.
Alih-alih mengurai benang kusut jumlah produksi dan tingkat konsumsi yang kerap membuat harga ayam siap potong berfluktuasi, peningkatan kapasitas RPHU dengan kapasitas rantai dinginnya justru bakal membuat harga ayam beku menjadi kian tertekan
“Misalnya begini, ketika harga ayam segar turun, aksi pemotongan dan penyimpanan bakal marak. Masalahnya berapa lama akan disimpan di cold storage? Sehingga persaingan yang sebelumnya di livebird, kini berpindah ke frozen carcas,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (Arphuin) P. Nono ketika dihubungi, Kamis (16/7/2020).
Nono menjelaskan bahwa kondisi oversupply daging ayam beku sempat terjadi usai Idulfitri lalu. Hal ini tercermin dari margin harga dari ayam hidup di tingkat petani dan harga ayam beku yang kian sempit.
“Harga ayam siap potong Rp27.000 tetapi yang beku hanya Rp29.000 per kilogram. Padahal ketika normal bisa Rp34.000 per kilogram,” tuturnya.
Nono mengemukakan penurunan harga tersebut memang bisa menjadi sinyal bahwa fungsi buffer stock dari rantai pasok dingin telah berjalan.
Baca Juga
Meski demikian, kendala tetap dihadapi pelaku usaha mengingat pangsa pasar ayam beku yang baru menjangkau 18-20 persen total konsumsi.
“Tapi memang konsumsi ayam beku tetap menjadi pilihan pada masa mendatang meski membutuhkan waktu yang lama. Dulu pada 2009 konsumsi ayam beku hanya 13 persen, butuh hampir 10 tahun untuk mencapai level saat ini,”
Menurutnya, mengurai permasalahan unggas di dalam negeri tak cukup hanya dengan menggunakan instrumen pembangunan infrastruktur rantai dingin. Lebih dari itu, dia menilai daya beli masyarakat tetap perlu dijaga.
Kehadiran pandemi Covid-19 sendiri disebut Nono turut berkontribusi pada bergesernya preferensi konsumsi daging ayam. Dia mengatakan konsumsi ayam beku bisa naik sampai 3 persen karena sebagian masyarakat menghindari keramaian dan konsumsi ayam segar (wet carcas).
Kewajiban pembangunan RPHU sendiri tertuang dalam Pasal 12 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Dalam pasal tersebut, kewajiban memiliki RPHU dan rantai dingin dibebankan pada pelaku usaha integrasi, peternak mandiri, atau koperasi yang memproduksi ayam ras potong (livebird) dengan kapasitas produksi paling rendah 300.000 ekor per minggu.
Pada akhir tahun lalu, Direktorat Jenderal dan Peternakan Hewan Kementerian Pertanian melaporkan bahwa revisi pada Permentan tersebut bakal diterbitkan. Dalam rancangan beleid terbaru, pelaku usaha perunggasan diwajibkan untuk memiliki RPHU dan fasilitas rantai dingin yang mampu menampung seluruh produksi internal.
Kewajiban tersebut harus dipenuhi secara bertahap selama tiga tahun dengan persentase capaian sebesar 20 persen pada tahun pertama, 60 persen pada tahun kedua, dan 100 persen pada tahun ketiga.