Bisnis.com, JAKARTA – Ekonomi Singapura terjerumus ke dalam resesi pada kuartal lalu akibat dampak circuit breker atau pembatasan sosial terhadap bisnis dan pengeluaran ritel.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis Selasa (14/7/2020), Departemen Perdagangan dan Industri Singapura melaporkan produksi domestik bruto (PDB) terkontraksi 41,2 persen pada kuartal II/2020 dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Tak hanya lebih buruk dari median survei Bloomberg untuk kontraksi sebesar 35,9 persen, capaian tersebut adalah kontraksi terbesar secara kuartalan dalam sejarah pencatatan.
Adapun, dibandingkan dengan tahun sebelumnya (year-on-year), PDB pada kuartal kedua terkontraksi 12,6 persen, lebih dalam dari median survei untuk kontraksi 10,5 persen.
“Rekor kemerosotan pada kuartal lalu terutama disebabkan oleh lockdown sebagian, dikenal sebagai circuit breaker di Singapura, yang diterapkan mulai 7 April hingga 1 Juni untuk memperlambat penyebaran Covid-19,” ungkap pihak kementerian, seperti dilansir Bloomberg.
Kemerosotan yang semakin dalam mencerminkan dampak yang dialami ekonomi Singapura di tengah pandemi Covid-19.
Baca Juga
Penurunan dalam perdagangan global telah memukul industri manufaktur yang bergantung pada ekspor, sementara peritel mengalami rekor penurunan penjualan.
Kondisi ini juga memberi tekanan tambahan pada Partai Aksi Rakyat yang berkuasa. Pemerintah telah menjanjikan stimulus senilai sekitar S$93 miliar (US$67 miliar) untuk menopang bisnis dan rumah tangga yang bermasalah.
Rilis PDB Singapura yang relatif awal memberi gambaran tentang seberapa dalam resesi yang akan dihadapi negara Asia lainnya.
Proyeksi resmi Thailand tentang kontraksi 8,1 persen tahun ini adalah yang terburuk di kawasan tersebut, sementara negara lain seperti India dan Indonesia menghadapi lonjakan kasus Covid-19 yang memperburuk dampak ekonomi.
Estimasi pendahuluan PDB Singapura ini sebagian besar dihitung dari data dalam dua bulan pertama kuartal terkait, dan sering kali direvisi setelah data lengkap kuartal itu tersedia.