Bisnis.com, JAKARTA— Di tengah pandemi, PT Petrokimia Gresik mencatatkan rekor penjualan ekspor selama 48 tahun terakhir. Dengan demikian, realisasi ekspor perseroan pada akhir semester I/2020 sudah mendekati realisasi akhir 2019.
Direktur Utama Petrokimia Gresik Rahmat Pribadi mengatakan pemangku kepentingan harus memperkuat sektor produksi pertanian domestik sebagai penopang urama ketahanan pangan nasional. Jika penguatan tersebut tidak dilakukan, katanya, Indonesia tidak akan aman.
"Sudah menjadi tugas bersama untuk memastikan krisis pangan tidak boleh terjadi di Tanah Air," ucapnya dalam keterangan resmi, Jumat (10/7/2020).
Pribadi mencatat rekor ekspor urea perseroan pada akhir kuartal II/2020 mencapai 33.000 ton. Adapun, lonjakan ekspor tersebut terjaga hingga semester I/2020.
Adapun, realisasi ekspor pada semester I/2020 mencapai 253.000 ton, atau setara dengan 64,54 persen dari realisasi ekspor akhir 2019 yakni senilai 392.000 ton.
Rahmad mengutarakan isu bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan peringatan kemungkinan terjadinya krisis pangan dan bencana kelaparan akibat wabah global. Namun demikian, Rachmat memandang pandemi virus corona sebagai peluang untuk meningkatkan ekspor.
Di sisi lain, Rahmad menyatakan pihaknya memliki strategi untuk terus berkontribusi bagi ketahanan pangan nasional melalui penyediaan solusi bagi agroindustri menuju pertanian berkelanjutan. Rahmad mengaku mendapatkan tersebut sejak 2019.
Untuk itu, pada tahun 2020 ini Petrokimia Gresik akan mulai bertransformasi dari perusahaan dengan produksi produk tunggal menjadi perusahaan yang memproduksi banyak produk dengan meneruskan hilirisasi produk, melalui 3 (tiga) strategi, yaitu peningkatan kapasitas, rekonfigurasi pabrik, dan pengembangan produk baru.
Strategi peningkatan kapasitas akan dimulai dengan membangun pabrik AlF3. Pabrik baru ini menambah kapasitas produksi AlF3 menjadi dua kali lipat atau 25.000 ton per tahun. Pabrik ini mengolah limbah yang dihasilkan oleh Pabrik Asam Sulfat menjadi bahan penolong untuk peleburan tembaga, sehingga akan mampu meningkatkan laba.
Rahmad menyatakan usia ke-48 tahun ini juga menjadi capaian baru keberhasilan Petrokimia Gresik memproduksi Methyl Ester Sulfonate (MES), produk baru yang dikembangkan bekerjasama dengan Surfactant Bioenergy Research Centre Institut Pertanian Bogor (SBRC IPB). MES adalah surfaktan yang bisa terurai secara alalmi yang dapat digunakan di sektor migas untuk meningkatkan produksi lapangan minyak tua melalui teknologi pengurasan minyak lanjutan (enhanced oil recovery/EOR).
“Ini merupakan terobosan penting yang sangat ditunggu dan diharapkan oleh pelaku industri minyak dan gas di Indonesia,” katanya.
Baca Juga : Petrokimia Gresik Ekspor Pupuk 253.000 Ton |
---|
Berikutnya, di tahun ini Petrokimia Gresik juga akan membangun pabrik Soda Ash dengan kapasitas 300 ribu ton. Pabrik ini nantinya akan menjadi yang pertama di Indonesia, dan akan menjadi penopang penting dalam mendukung tumbuh kembangnya industri kaca dan deterjen dalam negeri.
“Melalui program hilirisasi diharapkan Petrokimia Gresik semakin mampu melaksanakan tugas pokok sebagai penopang ketahanan pangan nasional, serta memperkuat industri kimia nasional,” ujar Rahmad.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa transformasi yang dijalankan Petrokimia Gresik sejak awal tahun 2019 telah berjalan sesuai target. Adapun, tranfromasi 2019 yang fokus pada perbaikan rantai pasok ini berhasil mengantarkan Petrokimia Gresik meraup laba bersih sebesar Rp1,5 triliun atau 129 persen dari target Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) 2019 yang ditetapkan sebesar Rp1,16 triliun.
“Ini merupakan energi baru untuk meneruskan program transformasi di tahun 2020-2021 sehingga Petrokimia Gresik dapat terus berkembang dan berkontibrusi nyata untuk bangsa, masyarakat dan stakeholder,” ucapnya.