Bisnis.com, JAKARTA - Korporasi dihadapkan pada peningkatan risiko kredit dan likuiditas di tengah pelemahan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Kondisi ini otomatis berdampak pada pasar obligasi di Tanah Air seiring dengan kekhawatiran investor terhadap risiko gagal bayar.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan negara lain memberikan stimulus ke korporasi berupa pembiayaan oleh otoritas moneter maupun fiskal.
Misalnya di Amerika Serikat, The Fed melakukan pembelian corporate bond untuk korporasi yang mengalami kesulitan likuiditas. Jika tidak dibeli otoritas, maka obligasi tersebut akan sangat susah diserap pasar.
Dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini, pasar obligasi mengalami penurunan yang signifikan, demikian juga pada permintaan terhadap obligasi.
Apakah otoritas moneter dan fiskal di Indonesia bisa menerapkan hal sama?
Baca Juga
Piter mengatakan bukan tidak mungkin otoritas fiskal, khususnya otoritas moneter melakukan hal yang sama, tergantung pada sejauh mana level kesadaran akan kondisi krisis atau sense of crisis otoritas untuk menyelamatkan korporasi.
"Di AS mereka sudah pada level kondisi genting dan ada urgensi menyelamatkan korporasi. Di Jerman mereka berikan bantuan subsidi gaji, sehingga korporasi dipaksa untuk tidak melakukan PHK. Ini tergantung pada sense of crisis otoritas," katanya saat live instagram @Bisniscom, Kamis (9/7/2020).
Menurut Piter, kendala saat ini adalah Undang-undang Bank Indonesia menyebutkan BI tidak boleh memberikan kredit pembiayaan kepada perekonomian.
Namun, imbuhnya, jika menurut otoritas korporasi perlu dibantu dan penyelamatan ekonomi adalah prioritas, maka kendala dalam melakukan hal ini pun bisa diatasi.
"BI memang tidak boleh memberikan kredit likuiditas kepada perekonomian. Tapi kendala UU sudah disampaikan Presiden bisa diubah, bisa dibuatkan Perppu".
Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia bersama dengan pemerintah telah menyepakati skema burden sharing sejalan dengan meningkatnya kebutuhan pembiayaan pemerintah sebesar Rp903 triliun.
Defisit fiskal pun melebar dari 1,76 persen menjadi 6,34 persen dari PDB. Dengan skema ini, BI siap menanggung sebagian besar beban utang negara untuk pembiayaan penanganan Covid-19.
Untuk public goods berupa layanan kesehatan dan bantuan sosial, BI akan menanggung pembiayaan penuh sebesar Rp397,6 triliun. BI akan membayar pembayaran bunga 100 persen dari surat utang yang diterbitkan Pemerintah dengan kupon sebesar BI Reverse Repo Rate 3 bulan.
Sementara untuk pembiayaan nonpublic goods untuk UMKM dan korporasi, BI akan menanggung setengah pembayaran bunga. Kementerian Keuangan membayar pembayaran bunga 1 persen di bawah reverse repo rate dan sisanya dibayar oleh BI.