Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dan Bank Indonesia memastikan bahwa skema pembagian beban (burden sharing) bersifat one off policy atau hanya dilakukan untuk tahun anggaran 2020.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bank sentral dan Kementerian Keuangan telah menakar implikasi dari skema ini ke stabilitas makroekonomi secara keseluruhan, dampak ke inflasi, nilai tukar (NT), dan yield Surat Berharga Negara (SBN).
"Jadi sudah jelas sejak awal, bahwa sifat kebijakan ini adalah one off policy atau untuk tahun ini saja," kata Perry dalam konferensi pers virtual, Senin (6/7/2020).
Dia menjelaskan skema berbagi beban yang disepakati antara Kemenkeu dan Bank Indonesia dilakukan berdasarkan pada kaidah-kaidah kebijakan fiskal dan kebijakan moneter demi menjaga kesinambungan perekonomian di tengah pandemi virus Corona (Covid-19).
Lebih lanjut, Perry menekankan kondisi yang dihadapi oleh negara saat ini adalah situasi extra ordinary. Dengan demikian, dia menilai koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter sangat penting dilakukan bersama-sama sebagai salah satu tugas negara demi mengatasi pandemi Covid-19.
"Khususnya, bagaimana [kerja sama fiskal-moneter] segera mempercepat pemulihan ekonomi. Ini terutama berkaitan dengan pendanaan dan beban untuk anggaran yang disebut Menteri Keuangan [Sri Mulyani Indrawati]," jelasnya.
Seperti diketahui, skema burden sharing didasarkan pada kelompok penggunaan pembiayaan untuk public goods/benefit dan non-public goods/benefit. Pembiayaan public goods yang menyangkut hajat hidup orang banyak, terdiri dari pembiayaan di bidang kesehatan, perlindungan sosial, serta sektoral kementerian/lembaga (K/L) dan Pemda dengan total anggaran Rp397,5 triliun.
Sedangkan pembiayaan untuk non-public goods yang menyangkut upaya pemulihan ekonomi dan dunia usaha, terdiri dari pembiayaan untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), Korporasi non-UMKM, dan non-public goods lainnya menelan biaya Rp505,9 triliun.
Untuk pembiayaan public goods, beban akan ditanggung seluruhnya oleh BI melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dengan mekanisme private placement dengan tingkat kupon sebesar BI reverse repo rate, di mana BI akan mengembalikan bunga/imbalan yang diterima kepada Pemerintah secara penuh..
Sementara itu, pembiayaan non-public goods untuk UMKM dan Korporasi non-UMKM, akan ditanggung oleh Pemerintah melalui penjualan SBN kepada market dan BI berkontribusi sebesar selisih bunga pasar (market rate) dengan BI reverse repo rate 3 bulan dikurangi 1%.
Sementara itu, untuk pembiayaan non-public goods lainnya, beban akan ditanggung seluruhnya oleh Pemerintah sebesar market rate. Dengan demikian, pembiayaan non-public-goods tetap dilakukan melalui mekanisme pasar (market mechanism) dan BI bertindak sebagai standby buyer/last resort sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) Pertama tanggal 16 April 2020.
Sebagai ilustrasi, untuk kelompok public goods, Pemerintah menerbitkan SBN kepada BI dengan suku bunga acuan BI reverse repo rate. Sesuai tanggal jatuh tempo SBN, Pemerintah membayar bunga/imbalan kepada BI. Selanjutnya, pada hari yang sama BI akan mengembalikan bunga/imbalan kepada Pemerintah sebagai kontribusi BI sesuai skema burden sharing.
Jenis dan karakteristik SBN yang diterbitkan adalah jangka panjang, tradable dan marketable, dengan memperhatikan profil jatuh tempo utang. Pembelian SBN oleh BI akan dilakukan secara bertahap berdasarkan kebutuhan pembiayaan APBN dan kebutuhan riil program Pemulihan Ekonomi Nasional.