Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konsumsi BBM dan LPG Bersubsidi Diproyeksikan Stagnan Tahun Depan

Pada era tatanan normal baru, pola konsumsi masyarakat termasuk BBM dan LPG tentu tidak sama dengan kondisi normal.
Pekerja menata tabung LPG 3 kilogram di salah satu agen gas di Jakarta, Selasa (6/8/2019). Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata tabung LPG 3 kilogram di salah satu agen gas di Jakarta, Selasa (6/8/2019). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah memproyeksikan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi dan LPG 3 kilogram akan stagnan pada tahun depan.

Dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2021 yang dipaparkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, konsumsi minyak tanah diasumsikan mencapai 480.000 kiloliter (kl)—500.000 kl atau lebih rendah dibandingkan dengan APBN pada 2020 sebesar 560.000 kl.

Sementara itu, konsumsi solar dalam RAPBN 2021 berjumlah 15,31 juta kl—15,80 juta kl, asumsi itu tercatat stagnan jika dibandingkan dengan APBN 2020 yakni 15,31 juta kl.

Per Mei 2020, realisasi volume solar telah menyentuh 5,63 juta kl. Hingga akhir tahun nanti, volume solar diproyeksikan hanya menyentuh 14,37 juta kl.

Adapun, untuk volume liquefied petroleum gas (LPG) juga diasumsikan stagnan dalam RAPBN 2021 dengan volume sebesar 7 juta ton.

Dalam APBN 2020, konsumsi LPG 3 kg diasumsikan sebesar 7 juta ton. Hingga Mei 2020, realisasi konsumsi LPG 3 kg mencapai 2,9 juta ton yang hingga akhir tahun nanti diproyeksikan hanya menyentuh 6,89 juta ton.

Direktur Bahan Bakar Minyak BPH Migas Alfons Simanjuntak mengatakan bahwa karena pada era tatanan normal baru, pola konsumsi masyarakat tentunya tidak sama dengan kondisi normal.

Selain itu, adanya pembatasan volume jenis BBM tertentu bagi jenis kendaraan mengenai volume maksimal yang dapat diisi, serta adanya progran digitalisasi SPBU menjadi faktor lain yang menyebabkan volume tahun depan cenderung stagnan.

"Sejatinya pola konsumsi masyarakat dan kami membuat prognosis sebenarnya jauh di atas karena pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan demand energi meningkat. Namun, dalam kondisi new normal perhitungan kami menghasilkan angka yang tidak jauh dari kuota 2020," katanya kepada Bisnis, Kamis (25/6/2020).

Menurut Alfons, terkait dengan tren penurunan kuota BBM sepenuhnya merupakan wewenang pemerintah dan keputusan politis. Namun, pihaknya terus berupaya memastikan agar BBM bersubidi tersebut dapat tepat sasaran.

"Agar tepat sasaran, BPH Migas telah dan terus melakukan pengawasan bersama insititusi lain," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Ridwan
Editor : Zufrizal

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper