Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Moody's Perkirakan Ekonomi Indonesia Minus 0,8 Persen Tahun Ini

Sebelumnya, Moody's sempat menyebutkan PDB Indonesia akan terkontraksi ke bawah 5 persen.
Moody's Investor Service
Moody's Investor Service

Bisnis.com, PEKANBARU — Moody’s Investors Service merevisi turun proyeksi Produk Domestik Bruto (PDB) sejumlah negara kelompok 20 (G20), termasuk Indonesia.

Madhavi Bokil, VP Senior Credit Officer Moody’s Investors Service, menyebutkan dalam laporannya bahwa pemulihan ekonomi global setelah babak belur akibat pandemi Covid-19 akan memakan waktu yang lama. Adapun, periode kuartal II/2020 akan menjadi kuartal terburuk sepanjang sejarah sejak Perang Dunia II.

“Kami memperkirakan pemulihan ekonomi bertahap dimulai pada paruh kedua tahun ini, tetapi hasilnya akan tergantung dengan kemampuan pemerintah yang membuka kembali perekonomian sembari menjaga kesehatan publik,” tulis Bokil, seperti dikutip pada Selasa (23/6/2020).

Dalam laporan terbaru Moody’s tertanggal 22 Juni 2020 tersebut, pandemi Covid-19 telah menekan perekonomian dunia selama periode berjalan Januari - Juni 2020.

Dengan demikian, proyeksi PDB untuk negara-negara anggota G20 seperti Jerman, Prancis, Italia, Inggris, Kanada, Brasil, India, Indonesia, Arab Saudi, dan Argentina diturunkan.

Untuk Indonesia, Moody’s memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini bakal melambat hingga -0,8 persen. Pada awal tahun ini, Moody’s sempat menyebutkan PDB Indonesia akan terkontraksi ke bawah 5 persen.

Namun demikian, PDB Indonesia pada 2021 diperkirakan bisa bangkit menjadi 6,1 persen atau lebih baik dibandingkan pertumbuhan pada 2019 yang sebesar 5 persen.

Selanjutnya, ekonomi kelompok 20 secara keseluruhan diperkirakan terkontraksi sebesar 4,6 persen pada 2020 dan selanjutnya bisa membaik sebesar 5,2 persen pada 2021.

“Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi maju di G20 terkontraksi 6,4 persen pada 2020 sebelum tumbuh menjadi 4,8 persen pada 2021. Negara berkembang di G20 diperkirakan terkontraksi 1,6 persen pada 2020 dan tumbuh 5,9 persen pada 2021,” tulis Bokil.

Bokil melanjutkan bahwa dukungan kebijakan dari sejumlah negara akan memberikan efek yang tidak merata. Pasalnya, efektivitas kebijakan yang diberikan setiap negara akan berbeda tak hanya dari sisi besaran stimulus tetapi juga implementasi dan likuiditasnya.

Adapun, dukungan pemerintah yang telah diberikan untuk menahan tekanan ekonomi akibat Covid-19 beragam, mulai dari relaksasi untuk pengusaha hingga suntikan ekuitas dan jaminan kredit. Seluruhnya, kata Bokil, diharapkan bisa mengurangi ketidakpastian dalam dunia bisnis.

Di sisi lain, tensi dagang antara AS-China yang masih berlarut-larut disebut Bokil membuat ketidakpastian di kedua negara ekonomi terbesar di dunia tersebut semakin tinggi. Negara-negara di Asia pun akan terkena getahnya karena baru-baru ini China juga bermasalah dengan negara-negara tetangga seperti India dan kasus Laut China Selatan.

“Dalam pandangan kami, memburuknya hubungan AS-China akan membuat suasana ekonomi dan geopolitik menjadi kian tidak pasti, baik untuk AS dan China maupun negara lainnya,” tulis Bokil.

 
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Nicken Tari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper