Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inovasi, Kunci Sukses Industri Bertahan di Masa Pandemi Corona

Inovasi membutuhkan kapital dan transformasi organisasi yang tidak mudah untuk dilakukan di tengah pandemi virus corona (Covid-19).
Perajin membuat lukisan pada payung nilon di rumah kreatif Kecacil, Petoran, Jebres, Solo, Senin (29/5)./JIBI-Sunaryo Haryo Bayu
Perajin membuat lukisan pada payung nilon di rumah kreatif Kecacil, Petoran, Jebres, Solo, Senin (29/5)./JIBI-Sunaryo Haryo Bayu

Bisnis.com, JAKARTA – Inovasi sangat diperlukan untuk menjaga keberlangsungan industri di tengah kondisi krisis seperti pandemi Covid-19, yang mana telah melemahkan daya beli konsumen dan perekonomian di semua sektor. 

Direktur Eksekutif Apindo, Danang Girindrawardana menyatakan bahwa inovasi perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi produksi, maupun menawarkan produk baru yang lebih baik bagi lingkungan dan konsumen. 

"Meski begitu inovasi membutuhkan kapital dan transformasi organisasi yang tidak mudah untuk dilakukan di tengah situasi ekonomi yang tidak menentu seperti saat ini," ujarnya, seperti dalam keterangan resmi, Senin (22/6/2020).

Oleh sebab itu, lanjut dia, diperlukan dukungan tambahan dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang tepat. Menurutnya, di era pandemi ini banyak perusahaan besar yang harus gulung tikar akibat tekanan krisis ekonomi dan ketidakmampuan mereka untuk berinovasi. 

Terlebih Indonesia tengah beranjak menuju tahap pemulihan pasca-Covid 19 dan industri harus terus bertahan dan guna menjaga perekonomian negara tidak semakin terpuruk. 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu menyatakan bahwa senjata utama bangkitnya dunia usaha saat ini tidak bisa hanya bergantung pada kebijakan fiskal dari pemerintah, tetapi juga pada kemampuan industri dalam berinovasi menciptakan produk yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.  

Dia menegaskan, kebijakan stimulus untuk kegiatan investasi riset industri dalam rangka inovasi, pemerintah memprioritaskan pemberian insentif secara tepat sasaran untuk industri yang bisa menghasilkan nilai lebih. 

“Industri harus punya riset untuk berinovasi, kami akan dukung dengan insentif seperti super tax deduction yang memang ditujukan untuk mendorong terlaksananya riset di Indonesia sehingga terjadi transfer pengetahuan dan teknologi,” tegas Febrio.

Adapun Staf Khusus Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Gatot Sudariyono menyatakan bahwa di saat kondisi pandemi seperti saat ini, industri dituntut cepat merespons pasar dengan cara berinovasi agar dapat mempertahankan bisnisnya. 

Dia menambahkan, di era new normal ini Indonesia tidak bisa lagi hanya menjadi negara penghasil bahan mentah, tetapi juga harus bisa melakukan terobosan atau inovasi. 

“Di era normal baru ini akan ada perubahan yang sangat cepat, industri 4.0 yang kita harapkan baru 5 tahun lagi, juga akan datang lebih cepat,” katanya. 

Berbagai program tengah dipersiapkan Kementerian Perindustrian untuk mengakselerasi industri 4.0 di Indonesia sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) hingga 2024. 

Deputi Penguatan Inovasi Kementerian Riset dan Teknologi, Jumain Appe mengatakan, untuk menghadapi masa new normal dan masa yang akan datang, semua pihak perlu didorong untuk melakukan terobosan inovasi. 

Pemerintah, juga harus memberikan insentif agar mereka bisa berkembang dengan baik. “Di Kemenristek kita sudah men-set up bagaimana menghadapi kondisi saat ini. Daya saing sangat penting, substitusi impor, pertama bagaimana riset menghasilkan teknologi tepat guna,” kata Jumain.

Bawono Kristiaji, DDTC Fiscal Research dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) menanggapi bahwa Indonesia sudah memiliki beragam kebijakan insentif fiskal, namun jika mengacu pada data World Bank 2017, rapor Indonesia di bidang penelitian dan pengembangan (litbang) masih rendah. 

“Desain insentif pajak (untuk litbang) harus dilihat juga dari sisi definisi (struktur) biayanya sendiri, apakah hanya untuk tenaga kerja saja, atau untuk uji coba, agar insentif yang diberikan bisa menarik minat industri untuk menggunakan” katanya. 

Sebagaimana yang diketahui bahwa pemanfaatan insentif usaha, baru 6,8 persen, yang menunjukan jumlah penerima insentif, atau yang tertarik menggunakan insentif belum optimal. 

Bawono memaparkan, untuk menarik perusahaan berinvestasi di bidang inovasi dan litbang perlu adanya insentif yang tepat sasaran. Misalnya mobil listrik yang memiliki eksternalitas rendah, maka dipungut pajak yang lebih rendah juga. “Itu poinnya, bagaimana instrumen pajak bisa mendorong inovasi. Kemungkinan cukai bisa juga menjadi instrumen yang tepat,” tutup Bawono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper