Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rancangan Perpres Energi Baru Terbarukan Masih Dibahas di Tingkat Kementerian

Di dalam draf Perpres EBT nantinya akan ada perbaikan harga listrik EBT yang dijual kepada perusahaan listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) kepada PLN.
Petugas memeriksa panel surya di PLTS Gili Trawangan/ Bisnis - David E. Issetiabudi
Petugas memeriksa panel surya di PLTS Gili Trawangan/ Bisnis - David E. Issetiabudi

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian ESDM terus menyelesaikan Rancangan Peraturan Presiden Energi Baru Terbarukan (EBT).

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris mengatakan saat ini pemerintah terus membahas secara intensif Perpres ini.

"Sekarang draf Pepres masih dibahas intensif internal ESDM," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (18/6/2020).

Dia menuturkan persetujuan izin prakarsa penyusunan rancangan perpres tentang pembelian listrik energi terbarukan oleh PT. PLN dari Sekretarkat Negara sudah ada.

"Izin prakarsa pembelian listrik energi terbarukan sudah ada. Saat ini masih dibahas intensif," katanya.

Kendati demikian, pihaknya enggan membeberkan lebih lanjut kapan Perpres EBT ini akan selesai. Sebelumnya, Kementerian ESDM menargetkan Perpres EBT dapat terbit paling tidak pada semester satu tahun ini.

Di dalam draf Perpres EBT nantinya akan ada perbaikan harga listrik EBT yang dijual kepada perusahaan listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) kepada PLN. Hal ini sebagai upaya untuk mendongkrak investasi EBT semakin bergairah.

Selain itu juga akan ada 2 skema option dan stagging tarif dengan feed-in-tarif. Skema option akan dilakukan untuk pembangkit yang memiliki kapasitas lebih dari 100 MW, sedangkan skema Feed in tarif (FiT) akan dikenakan untuk pembangkit di bawah 100 MW.

FiT merupakan harga beli listrik yang disesuaikan dengan biaya produksi masing-masing jenis EBT.

Dalam FiT, nantinya tarif EBT akan flat dalam kurun waktu 12 tahun pertama sejak pembangkit mulai beroperasi dimana tahap pertama 1 hingga 12 tahun dengan harga tinggi, lalu setelah 12 tahun itu harganya akan turun dan tidak berubah hingga berakhir masa kontrak. Besaran tarif ini akan berpotensi berbeda karena berdasarkan lokasi pembangkit.

Skema tarif tersebut diterapkan agar investor tertarik mengembangkan pembangkit listrik berbasis EBT di Indonesia. Pasalnya, investasi untuk membangun pembangkit listrik dari EBT cukup tinggi.

Dengan skema tersebut, pemerintah berharap investor bisa mendapatkan pengembalian modal lebih cepat.

Kendati demikian, beleid ini nantinya tidak diberlakukan pada proyek pembangkit yang kontraknya sudah diteken atau telah melakukan power purchase agreement (PPA) sebelum Perpres ini terbit. Adapun terdapat lima jenis pembangkit yang akan diatur tarifnya dalam perpres ini yakni hydro, surya, angin, biomassa, dan air.

Haris menuturkan dalam draf Perpres ini pula juga tak diwajibkan melakukan skema build, own, operate, transfer (BOOT). BOOT ini dilakukan Bussiness to Bussiness (B to B) dengan PT PLN agar PLN tidak memaksakan melakukan BOOT.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper