Bisnis.com, MANADO - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyiapkan skema insentif untuk menarik minat investor dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Ida Nuryatin Finahari, Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan bahwa regulasi terkait skema insentif tersebut hingga kini masih dalam pembahasan.
"Aturan skema insentif masih kami bahas dengan Kementerian Keuangan dan juga internal Kementerian ESDM," ujar Ida ketika dihubungi Bisnis, Rabu (17/6/2020).
Ida belum bisa membeberkan secara rinci aturan yang tengah disusun tersebut. Namun demikian, dia mengatakan aturan tersebut diupayakan untuk rampung pada tahun ini.
Adapun saat ini Kementerian ESDM tengah menyusun aturan terkait harga beli dari pembangkit listrik berbasis EBT yang akan dituangkan melalui Peraturan Presiden (Perpres). Termasuk di dalamnya disiapkan skema insentif mengenai pengaturan tarif yang mempertimbangkan keekonomian proyek PLTP.
Ketua Asosiasi Panas Bumi Prijandaru Effendi mengaku bahwa asosiasi telah berdiskusi dengan pemerintah mengenai aturan tersebut. Menurutnya, saat ini ada dua opsi yang tengah dipertimbangkan pemerintah terkait skema tarif panas bumi, yakni skema feed in tariff dan harga patokan tertinggi.
Dia menilai dua skema tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun bila ingin pengembangan panas bumi melaju, dia menilai opsi skema feed in tariff adalah yang paling tepat.
"Karena sekali kami dapat (izin), semua settle di depan. Soalnya tidak ada negosiasi dengan PLN, langsung dikasih penugasan. Kalau harga patokan tertinggi masih negosiasi. PLN pasti negosiasi untuk turunkan harga itu," katanya.
Sementara itu, Direktur Panas Bumi Ida Nuryatin Finahari tak menampik munculnya dua opsi skema tarif tersebut. Opsi tersebut masih dalam pembahasan.
"Belum diputuskan kalau yang itu," katanya.