Bisnis.com, JAKARTA – IHS Markit kembali merilis Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia periode Mei masih berada di titik terendah dengan level 28,6 atau sedikit membaik dibandingkan kinerja April yang berada di level 27,5.
Tren perbaikan masih menjadi pertanyaan seiring belum terlihatnya peningkatan permintaan yang belum membaik sejak manufaktur terdampak virus corona (Covid-19).
Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw menjelaskan, Kinerja manufaktur Indonesia mengalami penurunan tajam pada Mei dampak dari upaya menghentikan penyebaran pandemi virus corona atau (Covid-19).
Setidaknya ada tiga faktor utama yang memengaruhi PMI Indonesia pada Mei 2020, yakni penurunan permintaan manufaktur yang tajam, pemangkasan tenaga kerja, hingga meningkatnya biaya produksi yang disebabkan kurangnya pasokan bahan baku serta penurunan nilai tukar rupiah.
Menurut laporan tersebut, volume produksi dan pesanan turun tajam setelah tercatat kontraksi pada April lalu. Perusahaan merasa khawatir tentang berlebihnya pasokan produksi dengan selanjutanya mengurangi jumlah pekerja.
Di sisi lain, akibat kurangnya pasokan bahan baku dan nilai tukar rupiah yang melemah, biaya produksi meningkat.
Baca Juga
“Dengan demikian, indeks persepsi manufaktur IHS Markit Indonesia tercatat mengalami perbaikan dari titik terendah 27,5 pada April, menjadi 28,6 pada bulan lalu,” katanya, dalam laporan IHS Markit PMI Indonesia Mei 2020, Selasa (2/6/2020).
Kendati ada sinyal perbaikan, kinerja manufaktur masih jauh di bawah level 50. Terlihat, angka terbaru menunjukkan tingkat kerusakan yang parah di sektor ini dan menandai level terendah kedua yang pernah dicatat sejak April 2011.
Harus diakui, Covid-19 merupakan penyebab utama dan paling umum dalam penurunan kinerja manufaktur yang menyebabkann berhentinya bisnis-bisnis hingga merosotnya permintaan barang manufaktur.
Serapan hasil produksi yang terus menurun pada Mei, disertai dengan penurunan yang lebih dalam terhadap permintaan terjadi akibat melemahnya ekspor manufaktur.
Langkah untuk mengendalikan pandemi Covid-19 ternyata juga memengaruhi rantai pasok. Waktu pengiriman logistik diperpanjang, menyesuaikan insepksi kepabeanan, dan perubahan rute transportasi jadi alasan utama keterlambatan pengiriman.