Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyorot kinerja pemerintah terkait penarikan pinjaman dan proyek yang didanai dari pinjaman.
Dalam hasil pemeriksaannya, BPK RI menemukan berbagai permasalahan. Masalah paling utama adalah tidak adanya batas waktu penyelesaian masalah dari pelaksanaan proyek yang dibiayai oleh pinjaman.
BPK RI mencatat bahwa berdasarkan data Debt Management Financial and Analysis System (DMFAS) untuk monev kuartal I/2019 hingga kuartal III/2019 terdapat 17 kementerian dan lembaga atau BUMN yang memiliki pinjaman kegiatan yang berstatus aktif dan memiliki dana yang belum ditarik atau undisbursed.
Hingga kuartal III/2019, nilai pinjaman undisbursed masih mencapai Rp141,28 miliar dan atas rendahnya penyerapan ini, hasil pemantauan Kemenkeu dan Bappenas masih belum menunjukkan hasil yang signifikan.
Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) sendiri, hingga kuartal IV/2019 terdapat 51,7 persen pinjaman yang berada dalam kategori behind schedule atau di belakang jadwal dan pinjaman dalam kategori at risk atau berisiko sebanyak 10 persen.
Pinjaman dikategorikan sebagai behind schedule bila penarikan pinjaman lebih lambat dari jadwal yang direncakanan dan dikategorikan at risk bila penarikan pinjaman mengalami keterlambatan akut sehingga berisiko memunculkan biaya tambahan pada APBN
Baca Juga
Selain itu, terdapat 38,2 persen pinjaman yang berada dalam kategori on schedule (sesuai jadwal) dan ahead schedule atau maju dari jadwal.
Terkait dengan pinjaman luar negeri, DJPPR mencatat terdapat komitmen pinjaman sebesar US$22,36 miliar per akhir tahun 2019.
Dari total komitmen pinjaman luar negeri tersebut, disbursement dari pinjaman luar negeri atau yang sudah dicairkan mencapai US$7,88 miliar dengan pinjaman luar negeri yang undisbursed atau belum dicairkan sebesar US$14,47 miliar.
Hal yang sama juga terjadi pada pinjaman dalam negeri yang ditarik dari perbankan nasional. Dari komitmen pinjaman sebesar Rp11,55 triliun, disbursment dari pinjaman hanya sebesar Rp3,49 triliun dan masih menyisakan Rp8,05 triliun yang belum dicairkan atau undisbursed.
Laporan Kemenkeu dan Bappenas masih belum mengklasifikasikan permasalahan yang sering timbul dan menghambat pelaksanaan proyek.
Lebih lanjut, laporan dari pemantauan yang dilakukan Kemenkeu dan Bappenas masih belum mencatumkan target batas waktu atau timeline maksimal penyelesaian dari setiap klasifikasi masalah.
"Belum adanya timeline berpotensi mengakinatkan penyelesaian masalah menjadi berlarut-larut tanpa keputusan atau tindakan yang seharusnya diambil pemerintah," ujar BPK RI dalam laporannya.
Dalam pemeriksaan lebih lanjut oleh BPK RI, BPK RI menemukan 12 kementerian dan 3 BUMN yang kegiatan penarikan pinjamannya berstatus at risk dan behind schedule atau terlambat dari jadwal yang seharusnya.
Lebih lanjut, ada 25 pinjaman dari 9 kementerian dan 1 BUMN yang memiliki dana undisbursed tetapi masa pinjamannya sudah akan berakhir dalam waktu dekat.
Kementerian dengan total pinjaman undisbursed terbanyak yakni Kementerian Pertahanan dengan jumlah pinjaman sebanyak 8 pinjaman dengan total pinjaman hingga 12,12 juta euro dan US$79,18 juta.
DJPPR dalam catatannya menjabarkan dua permasalahan yang menyebabkan timbulnya masalah rendahnya penyerapan pinjaman
Pertama, terdapat permasalahan pada tahap perencanaan antara lain dalam memenuhi syarat dalam rangka pengefektifan pinjaman, pada kesiapan daerah pelaksana kegiatan, dan proses penyusunan dokumen anggaran.
Kedua, terdapat pula masalah dalam pelaksanaan mulai dari lelang yang lama, kendala perizinan, pembebasan lahan, penyampaian kelengkapan pencairan tagihan yang terlambat hingga kendala nonteknis seperti cuaca hingga urusan sengketa di pengadilan.