Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah komoditas ekspor dinilai memiliki prospek yang positif seiring mulai diperlonggarnya kebijakan karantina wilayah di sejumlah negara. Kendati demikian, performa ekspor Indonesia masih sulit untuk pulih seperti kondisi sebelum pandemi Covid-19 lantaran kondisi permintaan global yang belum akan membaik dalam waktu dekat.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani melihat komoditas ekspor yang potensial saat ini mencakup sejumlah komoditas primer seperti batu bara dan komoditas tambang logam yang mencakup tembaga dan nikel.
Dia pun mengatakan terdapat potensi untuk minyak sawit dan kertas sebagai efek dari adanya diversifikasi pasar ke negara-negara nontradisional.
Adapun untuk produk manufaktur, Shinta memperkirakan ekspor baru akan pulih pada akhir tahun atau pada 2021 mendatang. Menurutnya, segmen produk manufaktur akan sangat tergantung pada kondisi di negara tujuan ekspor.
Sejumlah negara seperti China, Vietnam, dan Selandia Baru sejauh ini telah memperlonggar kebijakan karantina wilayahnya menyusul perkembangan kasus Covid-19 yang memperlihatkan tren perlambatan. Pelonggaran ini diikuti dengan mulai beroperasinya aktivitas ekonomi dengan penerapan protokol kesehatan.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno menyatakan bahwa ekspor ke China memang mulai berjalan normal setelah pemerintah setempat membuka kembali layanan di sejumlah pelabuhan.
Baca Juga
Selain komoditas primer, Benny mengatakan komoditas lain yang memiliki potensi di tengah pelonggaran mencakup hasil perkebunan misal kopi, cokelat, dan lada. Dia pun memperkirakan produk perikanan seperti udang dan rumput laut juga potensial.
Di sisi lain, ekspor produk manufaktur bisa mulai bergerak pada kuartal III tergantung dengan pemulihan di negara tujuan. Produk-produk manufaktur ini disebutnya mencakup tekstil, furnitur, sepatu, serta produk elektronik dan komponennya. Kontraksi pada ekspor sendiri disebutnya terjadi lantaran banyak negara yang melakukan penundaan pemesanan.
"Banyak pemesanan di berbagai komoditas yang ditunda selama Covid-19. Jadi ketika, negara tersebut berhasil mengendalikannya, pemesanan bisa dilanjutkan kembali," kata Benny kepada Bisnis, Selasa (12/11/2020).
Menyitir laporan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia Januari–Maret 2020 mencapai US$41,79 miliar atau meningkat 2,91 persen dibanding periode yang sama tahun 2019, demikian juga ekspor nonmigas mencapai US$39,49 miliar atau meningkat 6,39 persen.
Peningkatan terbesar pada ekspor nonmigas pada Maret disumbang olehbesi dan baja sebesar US$220,9 juta atau naik 36,19 persen dibandingkan Februari 2020, sedangkan penurunan terbesar terjadi pada kendaraan dan bagiannya sebesar US$93,8 juta (12,50 persen).
Dari segi negara tujuan, kenaikan bulanan tebesar terjadi pada ekspor ke Hong Kong yang naik US$177,1 juta dan disusul oleh ekspor ke China yang naik US$103,6 juta.