Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Usai RDP, Anggota DPR Ini Bilang Garuda (GIAA) Bisa Mati Seketika

Kondisi Garuda Indonesia bisa semakin buruk karena dihantam dampak pandemi corona atau Covid-19, dan besarnya beban operasional serta utang yang harus dibayar.
Anggota DPR RI Deddy Yevri Sitorus/istimewa
Anggota DPR RI Deddy Yevri Sitorus/istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus meminta pemerintah dan manajemen Garuda Indonesia berhati-hati menetapkan solusi untuk menyelamatkan maskapai pelat merah tersebut di tengah situasi sekarang ini.

Menurut Deddy, kondisi Garuda Indonesia bisa semakin buruk karena dihantam dampak pandemi corona atau Covid-19, dan besarnya beban operasional serta utang yang harus dibayar.

Deddy menyampaikan, dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama anggota DPR, Rabu (29/4/2020), direksi Garuda Indonesia menyampaikan kesulitan mengenai melangsungkan hidup perusahaan.

Penyebabnya adalah operasi yang terkendala pandemi Covid-19, biaya operasional tinggi, serta utang sukuk yang jatuh tempo awal Juni 2020.

“Direksi memang bisa menjabarkan strategi perusahaan untuk memotong ongkos produksi, tapi ini efeknya jangka panjang. Garuda Indonesia perlu darah, fresh fund, saat ini untuk menambal biaya operasional harian dan untuk melunasi utang sukuk,” kata Deddy melalui pernyataan tertulis, Sabtu (2/4/2020).

Anggota Fraksi PDI Perjuangan itu menyampaikan, berdasarkan keterangan direksi Garuda Indonesia, operasional tertinggi adalah biaya sewa pesawat.

Cara yang mungkin ditempuh untuk mengurangi beban itu adalah negosiasi utang dengan lessor (aircraft leasing company), mengembalikan sebagian pesawat dengan utilisasi rendah, atau menjual pesawat yang tidak cocok untuk pasar Indonesia.

“Lalu bagaimana dengan biaya kelangsungan hidup Garuda sampai akhir tahun ini, ketika operasi masih belum pulih karena pandemi Covid-19? Bagaimana dengan pembayaran utang sukuk yang jatuh tempo? Bukankah dua hal ini bisa mematikan Garuda dalam seketika?” ujar Deddy.

Deddy lalu menjabarkan tiga opsi yang disiapkan direksi Garuda untuk melunasi utang SUKUK yang jatuh tempo awal Juni 2020.

Pertama, mencari pinjaman dari bank, terutama bank pelat merah, untuk membayar sukuk. Kedua, memperpanjang jatuh tempo sukuk. Ketiga membayar sukuk dengan diskon.

Garuda Indonesia
Garuda Indonesia

Pilot dan kru pesawat memberi penghormatan terakhir kepada pesawat Garuda Boeing 747-400 di Hanggar 4 GMF Aero Asia, Tangerang, Banten, Senin (9/10)./JIBI-Felix Jody Kinarwan

Menurut Deddy, opsi paling rasional yang bisa ditempuh Garuda Indonesia adalah mencari pinjaman dari bank BUMN untuk membayar sukuk. "Karena reputasi dan rating credit Garuda akan anjlok, serta biayanya tinggi jika menempuh perpanjangan jatuh tempo sukuk," ujarnya.

Selain itu, opsi memperpanjang jatuh tempo biasanya memerlukan jaminan dari pemerintah, dan bondholder juga harus melakukan rapat pemegang bond yang saat ini sangat sulit dilakukan.

“Belum tentu juga pemegang sukuk [bondholders] mau memperpanjang waktu pembayaran. Jika langkah ini dilakukan pasti akan cross impact ke BUMN lainnya, rupiah, dan tentunya pemerintah,” ungkap wakil rakyat dari daerah pemilihan Kalimantan Utara tersebut.

Mengenai opsi membayar sukuk dengan diskon seperti yang disampaikan direksi Garuda Indonesia, Deddy meragukan hal itu bisa tercapai. Pasalnya, tidak ada emiten yang bisa membayar sukuk dengan diskon.

“Mana mungkin bisa membayar sukuk dengan harga diskon?” ungkap Deddy.

Kecuali, kata Deddy, jika sukuk itu dijual di pasar secondary dengan nilai diskon. Itu pun hanya bisa ditentukan bondholder, melalui mekanisme rapat pemegang bond, bukan ditentukan Garuda Indonesia. Selain itu, nilai diskon juga berpengaruh terhadap reputasi Garuda.

“Jika diskon mencapai 60-70 persen bisa dikategorikan Garuda gagal bayar sukuk. Jika pun terpaksa, Garuda harus bisa membawa calon buyer dari sukuk tersebut. Di sini Garuda harus transparan siapa calon buyer tersebut dan harus dibuka juga apa korelasi dan interest mereka dengan Garuda. Harus terang benderang,” ujar dia.

Saat memilih opsi mencari pinjaman dari bank pelat merah, lanjut Deddy, harus diantisipasi jangan sampai menjadi biaya tinggi bagi Garuda Indonesia (financing cost) dan risiko tinggi bagi bank pelat merah serta masih tetap diperlukan jaminan pemerintah.

“Manajemen Garuda dan Kementerian BUMN harus sangat hati-hati mencari solusi masalah ini. Banyak risiko yang bisa mengganggu likuiditas bank pelat merah, bisa merusak reputasi Garuda bahkan BUMN lain, dan bisa merusak rupiah bahkan kredibilitas Negara,” tuturnya.

Seperti diketahui, Garuda Indonesia meminta negosiasi pembayaran dengan para pemegang surat utang sukuk global perseroan. Surat utang senilai US$500 juta itu akan jatuh tempo pada 3 Juni 2020 tersebut.

Permintaan tersebut tercantum dalam surat perseroan kepada pemegang sukuk pada 29 April 2020. Perseroan meminta para pemegang sukuk untuk mengungkap nilai pokok kepemilikan masing-masing investor melalui agen identifikasi perusahaan.

Emiten bersandi saham GIAA itu telah menunjuk PJT Partners sebagai penasihat keuangan untuk membantu proses dialog tersebut. Perseroan akan membentuk komite diskusi bersama pemegang sukuk dan PJT Partners.

Dihubungi secara terpisah, Direktur Utama Garuda Indonesia membenarkan upaya diskusi dan negosiasi bersama para pemegang sukuk tersebut. Perseroan, lanjutnya, akan dibantu sepenuhnya oleh PJT Partners sebagai penasihat keuangan.

“Sudah ajukan konsultasi, PJT Partners yang akan bantu kami,” katanya kepada Bisnis, Jumat (1/5/2020).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper