Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah masih mengkaji jangka waktu kepastian pemberian perpanjangan izin untuk pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang akan habis masa kontraknya.
Kepastian perpanjangan izin KK dan PKP2B yang akan habis kontraknya itu akan diatur dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Mineral dan Batu bara (Minerba). RUU Minerba ini merupakan revisi atas UU nomer 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.
Saat ini terdapat tujuh PKP2B yang akan habis kontraknya dalam lima tahun mendatang antara lain PT Arutmin Indonesia yang memiliki luas lahan 57.107 hektare habis masa kontraknya pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia dengan luas 1.869 hektare yang habis pada 13 September 2021, PT Kaltim Prima Coal luas lahan 84.938 hektare yang selesai 31 Desember 2021, PT Multi Harapan Utama luas lahan 39.972 hektare yang habis di 1 Oktober 2022, PT Adaro Indonesia luas lahan 31.380 hektare yang kontraknya habis pada 1 Oktober 2022.
Lalu PT Kideco Jaya Agung yang kontraknya berakhir pada 13 Maret 2023 mendatang luas areanya mencapai 47.500 hektare, dan PT Berau Coal luas lahan 108.009 hektare habis 26 April tahun 2025
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan nantinya KK dan PKP2B yang habis masa berlakunya, apabila diberikan perpanjangan akan berubah statusnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Ini sangat penting. Sejak UU nomer 11 tahun 1967, UU nomer 4 tahun 2009, kita sudah mengatur kepastian untuk investasi. Oleh karena itu, yang sangat penting terminasi itu seperti apa. Di UU nomer 11 diatur 30 tahun dan 2 ×10 tahun. Lalu di UU 4 juga sama. Dalam kontraknya sendiri juga 2 X sekian. Maka dari itu kami setuju dalam hal terminasi, akan menjadi prioritas BUMN pada poin yang mana titik yang mana untuk memberikan kepastian hukum berusaha," ujarnya dalam diskusi RUU Minerba secara virtual, Rabu (29/4/2020).
Baca Juga
Dalam RUU Minerba akan mengatur kelanjutan operasi KK dan PKP2B dimana terdiri dari tiga bagian pengaturan yakni bentuk kelanjutan operasi dan jangka waktu, bentuk upaya peningkatan penerimaan negara, dan status barang milik negara dalam pelaksanaan IUPK operasi produksi sebagai kelanjutan operasi kontrak atau perjanjian.
KK dan PKP2B diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK operasi produksi sebagai kelanjutan operasi kontrak atau perjanjian setelah memenuhi persyaratan.
Bambang menegaskan perpanjangan KK dan PKP2B menjadi IUPK tidak bersifat otomatis dan hanya diberikan sepanjang KK dan PKP2B memenuhi persyaratan dan memiliki kinerja yang baik dari sisi keuangan, lingkungan, teknis dan lain lain.
"Ini tidak otomatis tetapi melalui saringan yang ketat baik merupakan kewajiban teknis maupun administrasi, serta terhadap luasan," katanya.
Perpanjangan diberikan dalam bentuk IUPK selama 2 kali 10 tahun ini dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara. Perusahaan yang diberikan perpanjangan izin ini dilakukan upaya peningkatan penerimaan negara dilakukan melalui pengaturan kembali pengenaan penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak.
"Apabila KK dan PKP2B ini mendapatkan perpanjangan, perusahaan tambang itu harus memberikan pemerintah proporsi yang lebih besar lagi. Itu harus ditentukan dan lebih besar dari eksisting sekarang. PNBP IUPK hasil dari perpanjangan PKP2B dihitung dari Dana Hasil Produksi Batu bara yang lebih dari 13,5 persen," tutur Bambang.
Lalu untuk luas wilayah IUPK operasi produksi sebagai kelanjutan operasi kontrak atau perjanjian sesuai dengan rencana pengembangan seluruh wilayah kontrak atau perjanjian yang disetujui menteri.
Dalam pelaksanaan IUPK operasi produksi sebagai kelanjutan operasi kontrak atau perjanjian, seluruh barang yang diperoleh selama masa perpanjangan PKP2B yang ditetapkan menjadi barang milik negara tetap dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pengusahaan pertambangan batu bara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
"Saat ini sudah ada 3 perusahaan yang telah melakukan perpanjangan, PT Karimun Granite sudah 2 kali perpanjangan, PT Vale Indonesia Tbk sekali perpanjangan dan PT Freeport Indonesia juga sekali perpanjangan," ujarnya.
Bambang menambahkan dalam RUU Minerba nantinya juga mengatur jangka waktu perizinan IUP dan IUPK yang terintegrasi. Hal ini dilakukan untuk memberikan kepastian dan juga menarik investasi masuk ke Indonesia.
"Ini harus tahu profile investasi seperti apa dan mengacu yang mana. Ini bisa saja diatur jangka waktu berapa pun tetapi kita harus mempertimbangkan tentunya kepentingan pemerintah, masyarakat, pengusaha ataupun investor juga menjadi pertimbangan. Kalau tidak menjadi pertimbangan itu tak menarik. Jadi harus hati-hati kepentingan negara dan rakyat menjadi utama tanpa mengabaikan investor," terangnya.
Dia menegaskan nantinya IUP dan IUPK harus terintegrasi dengan smelter atau fasilitas pengolahan dan pemurnian.
Untuk IUP dan IUPK operasi produksi mineral logam yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan pemurnian diberikan untuk jangka waktu 30 tahun dan dijamin memperoleh perpanjangan selama 10 tahun setiap kali perpanjangan setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lalu untuk IUP dan IUPK yang terintegrasi dengan kegiatan pengembangan dan pemanfaatan batu bara diberikan jangka waktu 30 tahun dan dijamin memperoleh perpanjangan selama 10 tahun setiap kali perpanjangan setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Jadi KK dan PKP2B yang diberikan waktu perpanjangan diminta wajib melakukan hilirisasi. Pemberian waktu berapa lama IUP dan IUPK diberikan tentu memerlukan kajian lebih dalam," ucap Bambang.
Dia menilai berapa lama pemberian jangka waktu untuk izin tambang ini perlu duduk bersama dan melakukan kajian berupa profile investasi di Indonesia. Hal itu agar ada aturan baku yang konsisten sehingga dapat memberikan kepastian hukum bagi investor
"Dalam konsultasi ke stakeholder kami mencari masukan ke depan seperti apa, termasuk perpanjangan PKP2B. Kami tanya ke Perhapi, profile investasi kita seperti apa, 30 tahun, 30 plus 10 tahun atau 30 plus 20 tahun, atau yang mana yang sudah terjadi atau berjalan," tuturnya.
Menurutnya, kalau umur investasi tambang yang menarik hanya 30 tahun, maka RUU Minerba yang tengah dibuat ini harus berbunyi 30 tahun izinnya tanpa ada penambahan jangka waktu 2 x 10 tahun.
"Itu harus ditetapkan itu. Sebagian besar stakeholder mengatakan masih perlu ada tambahan waktu agar menarik. Kalau tidak menarik aturan investasi tambang, maka tidak akan ada eksplorasi," ujar Bambang.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan pemerintah harus tegas dalam memberikan aturan jangka waktu izin tambang maupun perpanjangan kontrak.
"30 tahun kalau sudah selesai ya selesai, kecuali pemerintah ingin memperpanjang, kalau misalnya dari swasta nasional enggak ada yang mau. Lalu dari BUMN juga enggak ada yang mau,\" katanya.
Menurutnya, bukan pemerintah menjamin bahwa setelah kontraknya habis akan ada perpanjangan 10 tahun. Hal itu karena siapapun investornya apabila melihat aturan UU nomer 11 tahun 1967 maupun UU nomer 4 tahun 2009 pasti mengetahui ada limitasi sehingga melakukan investasi berdasarkan limitasi waktu yang ada.
"Selama ini investor tak melihat limitasi dan pemberian perpanjangan itu pasti diberi sehingga mereka menghitung investasinya itu bukan saja 30 tahun tetapi 30 tahun plus 2 kali perpanjangan. Mereka akan membuat cara-cara agar dapat melakukan perpanjangan. Ini harus diwaspadai," tutur Hikmahanto.
Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko menilai pemberian umur izin tambang akan sangat tergantung seberapa banyak cadangan atau reserve yang perusahaan miliki.
"Sesuai dengan cadangannya mereka, kalau 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun, ya sesuai itu umur izinnya," katanya.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli berpendapat pihaknya mendorong adanya kepastian hukum dalam minerba.
"Kami berharap tak ada penghentian operasi secara tiba-tiba. Kalau ada penghentian operasi tambang secara tiba-tiba akan mengabaikan prinsip tambang good mining practice yang dilanggar lingkungan, safety, konservasi mineral dan batu bara serta lain-lainya," ucapnya.
Dia berharap pemerintah memiliki parameter tersendiri setiap faktor yang menjadi dasar evaluasi operasi produksi tersebut sebagai kelanjutan operasi kontrak dan perjanjian.