Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian ESDM mengeluarkan beleid Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomer 07 tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batu bara.
Dalam beleid yang ditandatangani oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 13 April 2020 tersebut mewajibkan para pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) operasi produksi mineral logam, batu bara, IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) operasi produksi mineral logam, dan IUPK operasi produksi batu bara, dalam menjual mineral logam atau batu bara yang diproduksi wajib berpedoman pada HPM logam atau HPB.
"Kewajiban untuk berpedoman pada HPM Logam atau HPB berlaku bagi pemegang IUP dan IUPK dalam menjual Mineral Logam atau Batu bara yang diproduksi kepada afiliasinya," tertulis pada Pasal 2 ayat (2).
Adapun HPM Logam atau HPB ditetapkan dengan mempertimbangkan mekanisme pasar dan/atau sesuai dengan harga yang berlaku umum di pasar internasional. Lalu peningkatan nilai tambah mineral atau batu bara di dalam negeri, pelaksanaan kaidah pertambangan yang baik.
Beleid ini juga mengatur pemegang IUP operasi produksi mineral logam dan IUPK operasi produksi mineral logam yang memproduksi bijih nikel, wajib mengacu pada HPM Logam dalam melakukan penjualan bijih nikel yang diproduksi.
"Kewajiban untuk mengacu pada HPM logam juga berlaku bagi pemegang IUP operasi produksi mineral logam dan IUPK operasi produksi mineral logam dalam menjual bijih nikel yang diproduksi kepada afiliasinya," bunyi Pasal 2A ayat 2.
Bagi pengusaha yang melakukan pemurnian bijih nikel yang berasal dari pemegang IUP operasi produksi mineral logam dan IUPK operasi produksi mineral logam wajib melakukan pembelian bijih nikel dengan mengacu pada HPM logam.
Adapun HPM logam merupakan harga batas bawah dalam penghitungan kewajiban pembayaran iuran produksi oleh pemegang IUP operasi produksi mineral logam dan IUPK operasi produksi mineral logam. HPM logam merupakan acuan harga penjualan bagi pemegang IUP operasi produksi mineral logam dan IUPK operasi produksi mineral logam untuk penjualan bijih nikel.
Kementerian EDSM juga mengatur harga mineral logam acuan pada perhitungan HPM Logam dengan periode kutipan transaksi, penalti atas mineral pengotor (impurities), atau bonus atas mineral tertentu, untuk penjualan bijih nikel dilakukan dengan ketentuan.
Adapun ketentuan tersebut yakni, apabila harga transaksi lebih rendah dari HPM logam pada periode kutipan sesuai harga mineral logam acuan atau terdapat penalti atas mineral pengotor (impurities).
Penjualan dapat dilakukan dibawah HPM Logam dengan selisih paling tinggi 3 persen. Selain itu, apabila harga transaksi lebih tinggi dari HPM logam pada periode kutipan sesuai harga mineral logam acuan atau terdapat bonus atas mineral tertentu, penjualan wajib mengikuti harga transaksi diatas HPM logam.
Adapun penetapan HPM logam berdasarkan formula HPM logam dimana berdasarkan variabel nilai/kadar mineral logam, konstanta, HMA, corrective factor, biaya treatment cost dan refining charges, dan payable metal.
Lalu untuk besaran HMA ditetapkan mengacu pada publikasi harga mineral logam yang dikeluarkan oleh London Metal Exchange, London Bullion Market Association, Asian Metal, Indonesia Commodity & Derivatives Exchange, Jakarta Futures Exchange.
Tidak hanya itu, berasan HMA ditetapkan merujuk publikasi lain yang digunakan dalam melakukan penjualan mineral logam baik di dalam negeri maupun luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Untuk penetapan HPB untuk steam (thermal) coal atau coking (metallurgical) coal berdasarkan formula HPB steam (thermal) coal atau coking (metallurgical) coal. Adapun formula HPB steam (thermal) coal ditentukan berdasarkan variabel nilai kalori batubara (calorific value), HBA steam (thermal) coal, kandungan air (moisture content), kandungan belerang (sulphur content), kandungan abu (ash content).