Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia harus menghadapi tantangan pembenahan kualitas produk menyusul rencana untuk menjajaki peluang imbal dagang ventilator dengan alat pelindung diri (APD).
Sekretaris Jenderal Gabungan Alat Kesehatan Indonesia (Gakeslab) Randy H. Teguh mengatakan, meskipun produksi APD dalam negeri berpeluang melampaui kebutuhan, pelaku usaha menyebutkan tak semua produk yang dihasilkan memenuhi standar sebagaimana ditetapkan Kementerian Kesehatan.
"Yang menjadi perhatian kami jika ingin barter dengan APD adalah soal kualitas, bukannya tidak bagus, namun tetap perlu diperhatikan karena terdapat produsen yang belum memiliki kualifikasi kesehatan," ujarnya akhir pekan lalu.
Randy menjelaskan bahwa produksi alat kesehatan tak hanya mengacu pada standar produksi, namun juga pada standar kesehatan. Untuk APD yang sifatnya melindungi seluruh tubuh (cover all), Randy bahkan menjelaskan terdapat berbagai level berdasarkan peruntukkannya.
"Hazmat suit ini ada berbagai jenisnya. Ada anti radiasi, anti-chemical, anti air. Ada pula yang medical grade dan dibagi menjadi beberapa level, yang digunakan di kamar bedah dan ICU jelas berbeda, untuk di laboraturium juga. Tentu yang level lebih tinggi bisa dipakai untuk level di bawahnya, dan yang memiliki kewenangan menilai standar ini adalah Kemenkes," jelasnya.
Kualitas ini pun menjadi poin utama yang harus dipenuhi Indonesia jika produk tersebut akan ditukar ke negara lain. Jika mengabaikan hal tersebut, bukan tak mungkin kasus pengembalian alat kesehatan sebagaimana yang dilakukan Belanda terhadap China terjadi pada Indonesia.
Baca Juga
Randy mengemukakan kemampuan Indonesia untuk memproduksi APD atau hazmat suit bisa menjadi momentum lantaran industri ini memerlukan tenaga kerja dalam jumlah banyak. Seiring permintaan APD global yang tetap tinggi, Randy menyarankan bahwa posisi tawar Indonesia sejatinya terletak pada keunggulan jumlah tenaga kerja dalam sektor tekstil.
"Sampai saat ini produksi APD masih padat karya, tidak diproduksi dengan mesin. Jadi misal begini, Amerika Serikat pasti tak hanya memerlukan ventilator, tapi juga APD. Kalau kita bisa tawarkan ke mereka untuk menyediakan bahan baku, kita bisa siapkan tenaga kerja untuk produksi dan dikirim lagi ke sana. Tenaga kerja dari UMKM dengan kemampuan menjahit kita banyak," imbuh Randy.
Adapun untuk ventilator, Randy mengemukakan bahwa sejauh ini industri dalam negeri belum mampu memproduksinya. Dia mengemukakan terdapat sekitar 30 perusahaan anggota asosiasi yang menjadi distributor ventilator yang dipasok dari sejumlah negara.
Sementara itu, Kepala Bidang I Promosi Produk Dalam Negeri Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (Aspaki) Erwin Hermanto membenarkan bahwa sejauh ini belum ada produsen alat kesehatan yang menyediakan ventilator. Sejauh ini pasokan alat bantu pernapasan tersebut dipenuhi lewat impor asal sejumlah negara Eropa, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan China.