Bisnis.com, JAKARTA — DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia menyatakan bahwa sejumlah bank terlihat masih setengah hati dalam menyetujui restrukturisasi kredit menyusul stimulus peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang telah terbit pada Maret lalu.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 11/POJK.03/2020 berisi tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19.
Ketua Umum DPP Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida menjelaskan bahwa perbankan hanya memberi pengurangan suku bunga kredit pada nasabah atau debitur yang terdampak. Padahal, sebaiknya perbankan memberi penundaan pembayaran dengan batas waktu minimal yang ditetapkan.
"Sejumlah bank-bank itu masih setengah hati untuk menerima atau menyetujui masalah restrukturisasi, padahal restrukturisasi yang dianjurkan OJK ini kan, untuk kepentingan bersama," kata Totok kepada Bisnis, Kamis (9/4/2020).
Totok menyatakan bahwa skema perbankan terkait dengan pola restrukturisasi ini harus diperhatikan bersama meskipun skema penilaian dan kebijakan kembali pada setiap bank. Hanya saja, perlu dicatat bahwa tidak semua debitur atau nasabah yang mengajukan restrukturisasi.
Dia mengemukakan bahwa pegawai yang mengajukan keringanan pembayaran KPR akibat dirumahkan oleh perusahaannya seharusnya menerima penundaan pembayaran, bukan pengurangan suku bunga. Alasannya, pendapatan orang tersebut dipastikan berkurang drastis sehingga penundaan pembayaran adalah hal yang paling logis.
Baca Juga
Hal tersebut juga seharusnya berlaku bagi perusahaan yang mengajukan keringanan kredit karena terdampak Covid-19. Di sisi lain, perusahaan juga harus menanggung gaji karyawan sehingga arus kas pasti terganggu.
Sayangnya, rata-rata bank tidak menerapkan skema penundaan pembayaraan melainkan hanya mengurangi suku bunga. Menurut Totok, bank juga hanya menawarkan penurunan sampai 9 persen.
"Bank-bank ini pada mengusulkan untuk pengurangan bunga, jadi kita maunya itu bukan pengurangan bunga tetapi penundaan karena sekarang ini [uang itu] untuk [keperluan] hidup sehari-hari dulu," kata dia.
Masalah ini, tuturnya, perlu diperhatikan supaya kredit macet tidak terjadi pada saat kondisi seperti ini sehingga kejadian pada 1998 tidak terulang kembali. Lagi pula, tidak ada yang bisa memastikan kapan Covid-19 akan mereda.
"Maka perbankan kasihlah restruktur berupa penundaan pembayaran, bukan pengurangan [suku bunga kredit]," katanya.
Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Perbankan, dan Pembiayaan DPP REI Umar Husin menyatakan bahwa penilaian perbankan terhadap nasabah yang mengajukan keringanan memang diperlukan untuk memastikan supaya penyetujuan restrukturisasi hanya berlaku bagi yang benar-benar terdampak.
Apalagi, kata dia, semua nasabah kredit atau debitur boleh mengajukan permohonan sehingga diharapkan tidak ada penumpang gelap dalam mendapatkan atau memanfaatkan kebijakan relaksi tersebut.
Meskipun demikian, dia menyatakan bahwa keputusan yang dilakukan oleh tiap-tiap bank nantinya bisa berbeda antara satu debitur dengan debitur lainnya meskipun bidang usahanya serupa.