Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J. Rachbini mengkritik langkah menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju yang meminta kekebalan hukum saat mengambil kebijakan terkait penyebaran virus Corona (COVID-19).
Menurutnya, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan tersebut cacat logika hukum.
"Di Perppu 1/2020, menteri-menteri kok minta kekebalan hukum. Itu Perpu ngawur. Moral hazard banyak," katanya saat diskusi virtual via Zoom Meetings, Minggu (5/4/2020) malam.
Mengacu pada pasal 27 Perpu 1/2020, pejabat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), hingga pejabat lainnya tidak dapat dituntut secara pidana ataupun perdata sepanjang melaksanakan tugas dengan itikad baik dan sesuai dengan ketentuan.
Meski demikian, mantan anggota DPR tersebut tak menampik bahwa menteri-menteri tersebut memiliki alasan memasukkan pasal perlindungan dari jeratan kriminalisasi.
"Itu bukan tanpa sebab, mereka [menteri KSSK] takut dikriminalisasi hukum yang ngatur. Banyak contohnya di masa lalu, pejabat tidak melakukan tindakan kriminal malah dikriminalisasi oleh penegak hukum. Menteri, Bank Indonesia, bahkan Otoritas Jasa Keuangan ingin bebas dari bandit hukum," ucapnya.
Baca Juga
Didik menegaskan langkah pemerintah memasukkan pasal kekebalan hukum di Perppu 1/2020 akan menimbulkan implikasi negatif di kemudian hari.
Pasalnya, dia menilai preseden meminta kekebalan hukum akan diikuti oleh pejabat-pejabat lain, bahkan setelah wabah COVID-19 mereda.
"Mengutip sahabat saya Pak Faisal Basri, Perppu 1/2020 itu lebih bahaya dari virus Corona," ujarnya.