Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan isi dari Perppu No. 1/2020 bersifat preventif dan forward looking.
Artinya, semua kewenangan yang diberikan kepada otoritas fiskal dan moneter belum tentu akan dilaksanakan apabila kondisinya belum terpenuhi.
Sri Mulyani pun menegaskan pihaknya terus mengupayakan skenario buruk yang mendorong otoritas untuk mengeluarkan langkah ekstrim, diupayakan untuk tidak terjadi.
"Asumsi makro yang kita sampaikan itu bersifat forward look scenario yang kita, kita upayakan semua skenario tersebut tidak terjadi," ujar Sri Mulyani, Rabu (1/4/2020).
Hal yang sama pun disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. "Skenario turunnya pertumbuhan ekonomi tersebut hanya sebagai forward looking, supaya ini tidak terjadi. Itu adalah antisipasi supaya tidak terjadi, rupiah saat ini sudah memadai, yang skenario itu sebagai forward looking agar hal tersebut tidak terjadi," tegas Perry, Rabu (1/4/2020).
Dalam pemaparan, pemerintah menyampaikan skenario berat dan sangat berat terkait dampak ekonomi dari Covid19.
Pada skenario berat, pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh di angka 2,3% (yoy), sedangkan pada skenario sangat berat pertumbuhan ekonomi disimulasikan terkontraksi -0,4% (yoy).
Dalam dua simulasi tersebut, nilai tukar rupiah disimulasikan di angka Rp17.500 per dolar AS hingga Rp20.000 per dolar AS.
Namun, skenario-skenario tersebut dimungkinkan tidak terjadi dan langkah-langkah nonkonvensional seperti kewenangan BI untuk membeli SBN di pasar perdana yang dimungkinkan dalam Perppu No. 1/2020 tidak dieksekusi.