Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dua Klausul Omnibus Law Perpajakan Muncul di Perppu Pandemi Covid Jokowi

Dua klausul yang masuk yakni pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan dari 25% menjadi 22% dan dilanjutkan menjadi 20% serta perlakuan perpajakan bagi perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 di Jakarta, Rabu (19/2/2020). Menkeu mengatakan pemerintah akan mewaspadai ancaman pelemahan ekonomi gara-gara wabah corona di China demi mengejar target asumsi dasar ekonomi makro di APBN 2020. FOTO ANTARA/Puspa Perwitasar
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 di Jakarta, Rabu (19/2/2020). Menkeu mengatakan pemerintah akan mewaspadai ancaman pelemahan ekonomi gara-gara wabah corona di China demi mengejar target asumsi dasar ekonomi makro di APBN 2020. FOTO ANTARA/Puspa Perwitasar

Bisnis.com, JAKARTA - Dua klausul Omnibus Law Perpajakan mendadak muncul dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Dua klausul yang masuk yakni pemangkasan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan dari 25% menjadi 22% dan dilanjutkan menjadi 20% serta perlakuan perpajakan bagi perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

Melalui Perppu ini, penurunan tarif PPh Badan menjadi 22% yang seharusnya berlaku pada 2021 dan tarif 20% pada 2023 masing-masig dimajukan satu tahun.

Tarif PPh Badan 22% bakal berlaku pada 2020 dan 2021, sedangkan tarif PPh Badan 20% bakal berlaku pada 2022.

Korporasi yang merupakan perseroan terbuka dengan jumlah saham yang diperdagangkan di bursa efek sebesar 40% atau lebih dan memenuhi persyaratan tertentu mendapatkan diskon tarif PPh Badan sebesar 3% dari tarif di atas.

Selanjutnya, dua klausul terkait PMSE yakni pengenaan PPN atas pemanfaatan barang kena pajak (BKP) tidak berwujud serta jasa kena pajak (JKP) dari luar daerah pabean serta pengenaan PPh atau pajak transaksi elektronik (PTE) bagi subjek pajak luar negeri yang memenuhi significant economic presence.

Terkait dengan PPN, pedagang serta penyedia jasa luar negeri ataupun penyelenggara PMSE baik dalam negeri ataupun dalam negeri diperintahkan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN setelah ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Mengenai PPh, pedagang serta penyedia jasa luar negeri ataupun penyelenggara PMSE luar negeri yang memenuhi ketentuan significant economic presence dapat diperlakukan sebagai badan usaha tetap (BUT) dan dikenai PPh.

Significant economic presence terpenuhi apabila pihak tersebut memiliki peredaran bruto konsolidasi grup usaha mencapai jumlah tertentu, memiliki penjualan di Indonesia mencapai jumlah tertentu, atau pengguna aktif di media digital mencapai jumlah tertentu.

Apabila pelaku dan penyelenggara PMSE ini tidak bisa dijadikan BUT karena terganjal perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B), maka pemerintah akan mengenakan PTE. PTE dikenakan atas transaksi penjualan kepada pengguna di Indonesia.

Besar tarif, dasar pengenaan, dan tata cara menghitung PPh serta PTE yang dikenakan masih akan diatur lebih lanjut oleh pemerintah lewat PP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhamad Wildan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper