Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) menyatakan penurunan tarif gas ke level US$6 per MMBtu sudah genting dengan keadaan saat ini.
Ketua Umum AKLP Yustinus Gunawan mengatakan permintaan pasar pada akhir kuartal I/2020 telah terkontraksi sekitar 20-30 persen. Hal tersebut, lanjutnya, berbahaya bagi pabrikan kaca lembaran lantaran karakteristik mesin produksi yang harus berjalan terus menerus sepanjang tahun.
"[Volume permintaan] April-Mei bisa menyusut 40-50 persen. Bahaya! Proses produksi kaca lembaran harus nonstop untuk jaga kestabilan struktur tungku peleburan sehingga perlu harga gas turun supaya bisa tangkal impor," katanya kepada Bisnis, Rabu (1/4/2020).
Adapun, produk impor yang dimaksud Yustinus adalah stok kaca lembaran saat wabah COVID-19 menyerang Malaysia dan China. Yustinus berujar pabrikan kaca di kedua negara tersebut telah dalam proses recovery dari wabah COVID-19.
Selain penurunan tarif gas, Yustinus telah meminta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) untuk menertibkan pemerintah daerah yang menghambat jalannya proses produksi di pabrikan. Menurutnya, hambatan pada proses produksi dengan keadaan seperti ini membuat pabrikan berpotensi melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
"[Kalau dibatasi] roda produksi berhenti dan pelanggan hilang. [Alhasil,] recovery pada pandemi lewat, yang menjadikan produksi amat sangat sulit bangkit [saat recovery nanti]," katanya.
Terakhir, Yustinus juga meminta agar PT Perusahaan Gas Negara, Tbk. (PGN) untuk menghapuskan pemakaian minum gas saat wabah COVID-19 belum terselesaikan. Hal tersebut, ujarnya, penting dilakukan lantaran tingkat konsumsi nasional saat ini membuat konsumsi gas sudah nyaris di bawah kontrak pemakaian gas minimum.
Di samping itu, Yustinus pelemahan kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat juga memberatkan pabrikan di era penyusutan pasar saat ini. Pasalnya, saat ini tarif yang dibayarkan ke PGN masih dalam rupiah, namun berdasarkan dolar Amerika Serikat.