Bisnis.com, JAKARTA – Sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) harus mengencangkan ikat pinggang agar bertahan di tengah harga minyak dunia yang tertekan.
Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Fatar Yani Aburrahman mengatakan bahwa pihaknya terus memantau perkembangan harga minyak dunia, termasuk usulan-usulan dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Dia menjelaskan, pada saat ini pihaknya bersama dengan KKKS masih fokus terhadap target produksi. “Kebijakan sudah kami siapkan, tapi belum kami keluarkan, yang kami lihat sekarang bagaimana KKKS itu bertahan dari profit and loss dibiaya langsung produksi,” katanya kepada Bisnis, Kamis (26/2/2020).
Di sisi lain, Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno menambahkan, melemahnya harga minyak dunia di bawah level US$30 per barel akan memberikan pengaruh terhadap kinerja KKKS.
Untuk itu, pihaknya memfasilitasi dan mencoba meninjau untuk dilakukannya efisiensi besar-besaran, khususnya untuk KKKS yang memiliki biaya operasi yang tinggi.
“Kami diskusi me-review program kerja yang tidak prioritas ya langsung kami dropped,” jelasnya.
Baca Juga
Di lain pihak, Direktur Utama Pertamina Hulu Energi Meidawati mengungkapkan pihaknya sedang meninjau seluruhrencana kerja dan melakukan menegosiasi ulang barang dan jasa.
Selain itu, pihaknya menjalankan efisiensi dalam ABO (anggaran niaya operasi) dengan tidak mengganggu biaya yang terkait health safety security environment (HSSE), biaya yang berdampak langsung pada produksi dan biaya yang terkait dengan kesejahteraan pekerja.
“Kalau harga minyak rendah yang rencana kerja bisa menunda atau membatalkan baik eksplorasi dan development yang jelas kami akan mengedepankan rencana kerja pemboran eksplorasi dan development yang risk-nya lebih rendah dulu di depan,” katanya, Kamis (26/3/2020).
Untuk target produksi, kata dia, Pertamina Hulu Energi akan tetap mengoptimalkan kegiatan produksi agar target produksi tahun ini bisa tetap tercapai meski di tengah tekanan pada saat ini.
“Kami akan berusaha semaksimal mungkin, kan masih ada 9 bulan lagi, serta kami berharap semua permasalahan akan berakhir dan harga kembali lagi diatas US$50 per barel,” ungkapnya.
Target produksi migas PHE 2020 lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi tahun lalu. Pada 2019, PHE berhasil membukukan produksi minyak sebesar 78.002 barel per hari (bph) dan gas 803 mmscfd. Kinerja produksi PHE tahun lalu juga lebih baik dari 2018 di mana produksi minyak 68.996 bph dan gas 794 mmscfd.
Tahun lalu, PHE juga berhasil membukukan laba sebesar US$ 590 juta atau naik 23,68 persen dari realisasi 2018 sebesar US$ 477 juta. Sementara realisasi pendapatan sebesar US$ 2,67 miliar, naik sebesar 5,81 persen dari realisasi di 2018 sebesar US$ 2,53 miliar. Kenaikan capaian kinerja keuangan ini disokong oleh tingginya realisasi produksi migas perusahaan