Bisnis.com, JAKARTA – Ikatan Arsitek Indonesia menggelar konferensi dan pameran bagi arsitek dan juga pelaku industri baik material bangunan hingga produk desain interior dalam gelaran ARCH: ID di Serpong, Tangerang.
Dalam pameran yang digelar mulai 27 Februari hingga 29 Februari ini, beragam karya arsitektur dipamerkan baik yang bergaya minimalis, modern, digital, hingga industrial.
Namun, Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Ahmad Djuhara mengatakan bahwa dalam pameran tersebut tidak ada tren khusus yang dibawa dalam acara tersebut.
“Saya pribadi tidak percaya dengan yang namanya tren,” ungkapnya kepada Bisnis.com, di sela-sela konferensi pers di Tangerang, Kamis (27/2/2020).
Arsitek sekaligus kurator ARCH: ID Danny Wicaksono menambahkan bahwa dalam acara tersebut memang tidak ada tren desain yang ingin dibawa masing-masing arsitek. Kendati ada beberapa konsep desain yang diikuti atau menjadi favorit segelintir orang, tetapi hal itu tidak membuat suatu desain menjadi sebuah tren.
“Tren desain itu menurut saya adalah hal yang semu, ada yg diikuti tapi dalam hal aspek estetika pasti orang akan punya selera masing-masing. Biarkan masyarakat yang memilih inginnya seperti apa, kita tidak berusaha mengarahkan pada tren apa pun,” katanya.
Baca Juga
Kurator ARCH: ID lainnya Wiyoga Nurdiansyah menjelaskan bahwa ajang konferensi dan pameran arsitektur ARCH:ID ini diselenggarakan untuk menjadi wadah yang mempertemukan antara kebutuhan arsitek dan apa yang bisa dijawab oleh industri.
“Bagaimana kita berproses saling support antara keinginan arsitek dengan pelaku industri material. Harapannya dengan acara seperti ini, Indonesia punya iklim industri arsitek yang lebih baik,” ujarnya.
Adapun, Danny melanjutkan, tantangan terbesar di bidang arsitektur saat ini adalah terkait dengan orisinalitas dan menjadi otentik. Pasalnya, informasi dari seluruh penjuru dunia sudah sangat mudah diakses, orang bisa saja melakukan duplikasi karya orang lain dengan mudah tanpa seizin pencipta karyanya.
“Saya rasa itu tantangan paling besar. Bagaimana kita menjaga etika kita sebagai manusia bagian dari masyarakat dan mengolah gagasan dan informasi yang dimiliki agar menghasilkan persepektif yang lebih terbuka, bebas, beragam, dan menjadi landasan pikiran lebih baik lagi,” ungkapnya.