Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lion Air Beberkan Awal Mula Perkara Restrukturisasi Utang

Pengajuan PKPU tersebut merupakan satu bagian rangkaian permohonan sebelumnya dalam perkara No. 196/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Pesawat Lion Air di Bandara Internasional Soekarno-Hatta/Reuters-Beawiharta
Pesawat Lion Air di Bandara Internasional Soekarno-Hatta/Reuters-Beawiharta

Bisnis.com, JAKARTA - PT Lion Mentari Airlines atau Lion Air membeberkan perihal awal mula permohonan restrukturisasi utang yang melibatkan maskapai milik Rusdi Kirana ini dan berisiko mengganggu citra perusahaan.

Corporate Communication Strategic of Lion Air Danang M. Prihantoro membenarkan adanya permohonan, yang dalam dunia hukum disebut dengan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), terdaftar dengan No. 44/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst pada 20 Februari 2020.

"Pengajuan PKPU ini terkait dengan pemberhentian awak kokpit Lion Air karena dianggap melakukan pelanggaran, yaitu mogok kerja [terbang] pada Mei 2016, sehingga mengganggu operasional, kerugian perusahaan yang cukup besar, serta ketidaknyamanan penumpang," kata Danang dalam siaran pers, Minggu (23/2/2020) malam.

Dia menjelaskan pengajuan PKPU tersebut merupakan satu bagian rangkaian permohonan sebelumnya yang diajukan oleh mantan awak kokpit Lion Air, dalam perkara No. 196/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst. Adapun, perkara tersebut sudah diputus dan ditolak oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Danang mengklaim permohonan dimaksud sudah memiliki yurisprudensi atau merupakan keputusan pengadilan terdahulu yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Berdasarkan keputusan Mahkamah Agung No. 3187/K/Pdt/2018,  menyatakan bahwa kewenangan untuk mengadili perjanjian yang disepakati tersebut adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bukan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Telah ada keputusan dari Pengadilan Hubungan Industri (PHI) yang menyatakan Lion Air wajib membayar pesangon kepada mantan penerbang tersebut.

Namun, imbuhnya, Lion Air menggugat atas adanya kewajiban keuangan dari para awak kokpit yang disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian pelatihan. Maskapai juga membantah adanya informasi bahwa maskapai tidak mampu dan atau tidak ingin membayar kewajiban tersebut.

Pihaknya menunggu putusan pengadilan terkait dengan kewajiban hukum para mantan penerbang dimaksud kepada Lion Air yang nilainya sekitar Rp89 miliar. Kewajiban hukum tersebut mencakup biaya pendidikan dan pelatihan dalam perjanjian, serta kerugian yang ditanggung maskapai akibat mogok terbang.

Nilai kewajiban sebesar Rp89 miliar itu, imbuhnya, jauh lebih besar dibandingkan dengan kewajiban Lion Air kepada para mantan penerbang tersebut.

"Karena adanya percampuran utang, maka penyelesaian akan kami lakukan, apabila gugatan Lion Air terhadap para penerbang tersebut telah berkekuatan hukum tetap," ujarnya.

Berdasarkan catatan Bisnis.com, Rabu (2/10/2019), perkara yang terdaftar dengan No. 196/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst, diajukan oleh dua mantan pilotnya, yakni Amsal Salomo Tampubolon dan Erlang Airlangga.

Akan tetapi, Majelis Hakim yang diketuai Makmur memutuskan untuk menolak permohonan tersebut. Kedua pemohon dinilai tidak dapat membuktikan dalil adanya utang secara sederhana, sehingga harus ditolak.

“Mengadili, menolak permohonan PKPU dari pemohon karena setelah dicermati ada dua perkara PHI [Pengadilan Hubungan Industrial] dan perkara perdata lain yang membuat utang tidak dapat dibuktikan secara sederhana,” kata Makmur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper