Bisnis.com, JAKARTA–Fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan granula bisa diterapkan atas kegiatan perdagangan komoditas ini oleh produsen kepada pembeli, dalam hal ini produsen perhiasan emas dalam negeri.
Guru Besar Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwandy Arif, langkah ini dapat mengurangi ekspor granula dan mendorong pemanfaatan granula agar diproduksi menjadi perhiasan emas oleh industri perhiasan emas dalam negeri.
"Tentunya pertimbangan pemerintah pasti sudah memperhitungkan semua faktor sebelum keputusan diambil," kata Irwandy, Minggu (23/2/2020).
Irwandy menerangkan bahwa granula merupakan emas butiran dengan berbagai kadar yang banyak digunakan di industri perhiasan.
Selain dari proses pemurnian ataupun dari pengolahan langsung, granula juga dapat diperoleh dari perhiasan dan koin emas atau emas batangan yang diproses ulang.
Senada dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sering kali granula diekspor oleh produsen ketimbang dimanfaatkan oleh industri perhiasan emas dalam negeri sehingga industri perhiasan emas dalam negeri pun menjadi kekurangan pasokan granula untuk menghasilkan perhiasaan emas.
Merujuk pada ketentuan yang ada, ekspor granula tidak dikenai PPN dan granula yang dapat diekspor adalah granula dengan kadar kemurnian hingga 99%.
Terhitung sejak 2014 melalui PMK No. 30/2014, penyerahan emas perhiasan dan/atau jasa yang terkait dengan emas perhiasan termasuk pabrikan dan pedagang emas perhiasan dikenai PPN sebesar 10% dari dasar pengenaan pajak. Adapun yang dijadikan dasar pengenaan pajak adalah 20% dari harga jual emas perhiasan ataupun nilai penggantian.
Menurut Irwandy, aspek tata niaga dari emas masih cenderung banyak yang kurang transparan sehingga sangat diragukan apakah pajaknya masuk ke penerimaan negara.