Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

APSyFI: Pengembangan Serat Rayon Lokal Terlambat

Meskipun telat, kapasitas terpasang industri serat ternyata telah melebihi permintaan industri benang nasional.
Presiden Joko Widodo mengibarkan bendera saat melepas keberangkatan truk kontainer berisi serat rayon untuk diekspor ke Turki sebanyak 10.190 ton, di pabrik Asia Pacific Rayon (APR), Kabupaten Pelalawan, Riau, Jumat (21/2/2020)./ ANTARA - FB Anggoro.
Presiden Joko Widodo mengibarkan bendera saat melepas keberangkatan truk kontainer berisi serat rayon untuk diekspor ke Turki sebanyak 10.190 ton, di pabrik Asia Pacific Rayon (APR), Kabupaten Pelalawan, Riau, Jumat (21/2/2020)./ ANTARA - FB Anggoro.

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) mengakui industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional terlambat dalam mengembangkan serat rayon.

Asosiasi menilai setidaknya keterlambatan tersebut dimulai pascareformasi saat salah satu industriawan gagal mendirikan pabrik di Sumatera Utara.

Sekretaris Jenderal APSyFI Redma Wirawasta mengatakan serat rayon telah mendominasi industri TPT global sejak 2010, namun pabrikan di dalam negeri masih menggunakan polyester dan kapas. Bahkan,  sebagian pabrikan benang mengimpor serat rayon.

"Indonesia ini agak telat switching-nya dari cotton ke rayon dan fiber [polyester]. Baru 3--4 tahun terakhir dominasinya," katanya kepada Bisnis, Jumat (21/2/2020).

Seperti diketahui, pabrikan TPT India berada di bagian utara yang notabenenya dekat dengan perkebunan kapas.

Namun demikian, Redma mengungkapkan pabrikan TPT Negeri Bollywood eksodus ke bagian selatan yang dekat dengan industri petrokimia pada 2015 untuk fokus mengembangkan serat polyester.

Produsen kapas terbesar lainnya, China, bahkan mulai mengembangkan ekosistem industri TPT berdasarkan serat polyesteri sejak 2003. Redma mencatat Negeri Panda gesit melihat perkembangan industri TPT global dan langsung mendirikan industri penunjang serat polyester seperti pabrik pure terepthalic acid (PTA) dan benzene, toluen, and xylene (BTX).

Redma menilai pergeseran ke penggunaan rayon dan polyester disebabkan oleh penyesuaian panjang dan kekuatan serat sesuai dengan kebutuhan karena diolah dalam pabrikan. Sementara itu, ujarnya, pabrikan tidak dapat mengatur panjang dan kekuatan kapas yang berasa dari alam.

Adapun, ujarnya, Indonesia sudah menjajaki pengembangan industri serat rayon sejak tahun 1990-an melalui PT Inti Indorayon Utama (IIU) yang kini bernama jadi PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Sumatera Utara. Menurutnya, TPL telah memiliki hutan industri dan siap menjalankan pabrikan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

"[Presiden] Soeharto turun, tidak ada dukungan, akhirnya dia pundah ke China. [Alhasil] hampir 10-15 tahun kami defisit serat rayon," ujarnya.

Redma menyatakan pemangku kepentingan kembali melirik pengembangan industri rayon saat pasar rayon global defisit sekitar 2016--2017. Redma menilai niat pemerintah untuk mengembangkan rayon di dalam negeri merupakan cikal bakal masuknya PT Asia Pacific Rayon ke dalam negeri.

Menurutnya, kini kapasitas terpasang industri serat telah melebihi permintaan industri benang nasional. Namun demikian, lanjutnya, seluruh kapasitas terpasang industri serat dapat diserap oleh seluruh sektor industri TPT nasional.

"Seharusnya tidak oversupply. Kalau berbicara kain yang ada kandungan rayonnya harusnya tidak oversupply asal kain impornya ditahan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Andi M. Arief
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper