Bisnis.com, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law untuk sektor penerbangan khusus soal aturan kepemilikan pesawat dinilai sudah memihak kepada kepentingan maskapai.
Konsultan penerbangan dari CommunicAvia Gerry Soejatman mengatakan ada beberapa klausul dalam beleid tersebut yang mereduksi hambatan dalam industri penerbangan. Harapannya, bisa membuat pasar lebih efisien dan kompetifif.
"Perubahan dalam RUU Cipta Kerja ini mengarah pada hal yang sudah seharusnya diubah. Memang telah diusulkan sebelum munculnya Onimbus Law," kata Gerry, Rabu (19/2/2020).
Dia mencontohkan salah satu hambatan pebisnis untuk masuk ke pasar penerbangan adalah adanya syarat tentang jumlah kepemilikan pesawat tertentu dalam Pasal 118 ayat 2 dalam UU No. 1/2009 tentang Penerbangan.
Berdasarkan pasal tersebut kepemilikan pesawat diatur untuk setiap kategorinya. Maskapai berjadwal memiliki paling sedikit lima unit pesawat dan menguasai paling sedikit lima unit pesawat.
Maskapai tidak berjadwal memiliki paling sedikit satu unit pesawat dan menguasai paling sedikit dua unit pesawat. Adapun, maskapai khusus kargo memiliki paling sedikit satu unit pesawat dan menguasai paling sedikit dua unit pesawat.
Baca Juga
Dalam RUU Cipta Kerja, pasal tersebut dihapus dan digantikan hanya dengan klausul, maskapai wajib memiliki dan menguasai pesawat udara dengan jumlah tertentu, tanpa ditentukan angka pastinya.
Gerry berpendapat agar jumlah kepemilikan pesawat disesuaikan dengan pola operasi yang diinginkan oleh maskapai. Selama ini, banyak maskapai yang hanya memiliki jumlah pesawat sedikit, tetapi meminta izin pola operasi yang melebihi kemampuan.
Kendati demikian, lanjutnya, pasal-pasal dalam RUU masih memiliki kemungkinan untuk berubah. Namun, diharapkan perubahan tersebut berujung kepada peningkatan kinerja industri penerbangan.