Bisnis.com, JAKARTA - Penerimaan negara hasil dari 'extra effort' atau upaya ekstra dalam ekstensifikasi pajak yang dilakukan Kementerian Keuangan pada 2019 ternyata tidak signifikan.
Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Angin Prayitno Aji mengatakan pembayaran pajak dari ekstensifikasi mencapai Rp28 triliun.
"Naik lumayan dibandingkan 2018," ujar Angin, Kamis (13/2/2020).
Jika dibandingkan dengan extra effort pada 2018, hasilnya tidak jauh berubah. Merujuk pada Laporan Tahunan DJP 2018, penerimaan hasil extra effort ekstensifikasi hanya mencapai Rp27,11triliun dengan jumlah WP baru hasil ekstensifikasi mencapai 1,04 juta.
Dari 1,04 juta WP baru tersebut, 1,01 juta diantaranya membayar pajak pada 2018 lalu.
Untuk target 2020, Angin masih belum bisa memaparkan berapa jumlah WP baru yang akan ditambah lewat ekstensifikasi dan jumlah nominal pajak yang akan diperoleh akibat kebijakan tersebut.
Baca Juga
Meski demikian, Angin menjamin DJP bakal memonitor WP baru hasil ekstensifikasi pada 2019 agar kembali membayar pajak 2020 ini.
Seperti diketahui sebelumnya, tren dalam data Laporan Kinerja (Lakin) DJP menunjukkan bahwa WP baru hasil ekstensifikasi pada suatu tahun belum tentu membayar pajak pada tahun selanjutnya.
Contohnya, dari WP OP nonkaryawan yang terdaftar pada 2016 yang sebanyak 570.127 WP, hanya 285.206 yang melakukan pembayaran pada tahun yang sama dan hanya 115.092 yang membayar pajak pada 2017.
Hal yang sama pun terjadi pada 2018. Dari 554.998 WP OP nonkaryawan yang terdaftar pada 2017, hanya 152.971 WP OP nonkaryawan yang membayar pajak pada 2018.
"Sekarang bakal kita monitor karena account representative (AR) bertanggungjawab ke wilayahnya," ujar Angin.
Meski demikian, Angin mengatakan bahwa pihaknya tidak akan serta merta agresif dalam melaksanakan ekstensifikasi sesuai dengan skema baru KPP Pratama yang bakal dimobilisasikan secara kewilayahan. Perlu ada sosialisasi sebelum kegiatan ekstensifikasi dilancarkan.
Dalam rangka mendukung ekstensifikasi, DJP sebelumnya telah SE No. 14/PJ/2019 tentang Tata Cara Ekstensifikasi.
Edaran itu mempertegas daftar sasaran ekstensifikasi yang ditetapkan merupakan wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif namun belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Mekanisme penetapannya dilakukan berdasarkan skala prioritas melalui sistem informasi dan hasil analisis risiko yang dilakukan otoritas pajak.
Dengan mekanisme tersebut, pemerintah kemudian menetapkan empat WP yang menjadi sasaran ekstensifikasi, yakni orang pribadi, wajib pajak warisan yang belum terbagi, wajib pajak badan, dan bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak.
Ekstensifikasi menuju WP OP nonkaryawan dan mengurangi ketergantungan penerimaan pajak terhadap PPh Badan pun semakin urgent dengan berkurangnya tarif PPh Badan secara bertahap menjadi 22% dan 20% mulai 2023.
Apabila diturunkan secara bertahap, yakni turun menjadi 22% pada 2021 dan 2022 lalu menjadi 20% pada 2023, maka dampak penurunan penerimaan pajak secara neto mencapai Rp53 triliun.
Konsekuensinya, belanja pemerintah akan ikut turun dan PDB akan turun secara jangka pendek.
Meski demikian, perekonomian domestik diperkirakan akan tumbuh didorong oleh investasi, penyerapan tenaga kerja, dan konsumsi rumah tangga.
Secara jangka panjang, pemangkasan PPh Badan secara bertahap bakal berdampak terhadap penambahan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,02% pada 2030.