Bisnis.com, JAKARTA – Pelonggaran rasio loan to value dari Bank Indonesia yang telah diberlakukan sejak Desember 2019 dinilai masih belum terlalu efektif untuk menggairahkan industri properti.
Director Strategic Consulting Cushman & Wakefield Indonesia Arief Rahardjo mengatakan meskipun Bank Indonesia (BI) telah mengeluarkan pelonggaran rasio loan to value (LTV) sejak akhir tahun lalu. Namun, hingga saat ini pengaruhnya belum terlalu terasa.
Dia menuturkan, beberapa pengembang masih ada yang tetap menentukan batas minimum uang muka kepada para pembeli. Padahal kebijakan pelonggaran uang muka itu dilakukan untuk menarik minat masyarakat membeli rumah.
"Beberapa kali pemerintah mengurangi uang muka [untuk pembiayaan perumahan], tetapi itu tidak efektif. Kebijakan belum bisa untuk mendorong permintaan," ujar Arief, Kamis (6/2/2020).
Secara umum, dia mengungkapkan para pengembang masih menentukan batas minimum uang muka sebesar 5 persen, bahkan untuk kredit rumah pertama.
"Hal tersebut membuat batasan uang muka yang lebih tinggi untuk kredit rumah kedua dan selanjutnya," ucapnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, dia mengatakan dengan batasan uang muka minimum 5 persen masih dirasa sangat besar oleh segmen pasar pengguna (end user) atau millennial. Cicilan per bulan yang dirasa masih sangat tinggi juga semakin membebani para calon pembeli rumah.
Dengan kondisi tersebut, dia menuturkan tak sedikit segmen millennial yang menyiasatinya dengan memilih tinggal di hunian berkonsep co-living.