Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) menunggu audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memastikan besaran jumlah kompensasi atas kekurangan penerimaan akibat kebijakan penetapan harga jual eceran (HJE) bahan bakar minyak (BBM).
Sekretaris Perusahaan Pertamina Tajudin Noor mengatakan pihaknya belum mengajukan surat tagihan kepada kuasa pengguna anggaran bendahara umum negara (KPA BUN). Dalam ketentuan ini, Direktur PNBP SDA dan KND Direktorat Jenderal Anggaran ditetapkan sebagai KPA BUN.
"Ada tahapan audit dulu dari BPK sebagai auditor negara untuk memastikan besaran jumlah yang dapat diajukan berdasarkan data yang disampaikan Pertamina," katanya, saat dihubungi Bisnis.com, Kamis (23/1/2020).
Tajudin menambahkan sebelum menerima audit BPK, pihaknya tidak dapat menyampaikan nilai tagihan kompensasi penjualan BBM bersubsidi.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan siapkan dana kompensasi atas kekurangan penerimaan akibat kebijakan penetapan harga jual eceran BBM dan tarif tenaga listrik.
Ketentuan baru ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 227/2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Kompensasi Atas Kekurangan Penerimaan Badan Usaha Akibat Kebijakan Penetapan HJE BBM dan Tarif Tenaga Listrik yang telah diundangkan sejak 31 Desember lalu.
Dalam PMK ini, disebutkan bahwa dana kompensasi dapat dialokasikan dalam APBN ataupun APBN Perubahan pada bagian anggaran bendahara umum negara pengelolaan belanja lainnya atau BA 999.08.
Dengan ini, kurang bayar pemerintah kepada BUMN seperti Pertamina dan PT PLN (Persero) dapat segera dilunasi lewat dana kompensasi.