Bisnis.com, JAKARTA - Denda pelanggaran mandatori biodiesel ke badan usaha bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar nabati (BBN) yang tidak memenuhi target alokasi sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM terganjal aspek legalitas.
Adapun denda alokasi biodiesel sempat diwacanakan pada 2018 lewat Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 41 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Beleid tersebut menyatakan badan usaha BBM wajib melakukan pencampuran biodiesel sesuai dengan yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri ESDM. Badan Usaha BBN juga wajib menyalurkan biodiesel ke badan usaha BBM sesuai dengan kontrak.
Jika badan usaha BBM maupun BBN tidak mampu memenuhi kewajiban tersebut, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa denda atau pencabutan izin usaha. Denda yang dikenakan adalah sebesar Rp6.000 per liter volume biodiesel yang wajib dicampur.
Namun, pengenaan denda tersebut belum direalisasikan hingga sekarang.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto mengatakan pihaknya telah mengoleksi data-data badan usaha BBM dan BBN yang tidak mampu menyalurkan biodiesel sesuai alokasi yang ditetapkan pemerintah. Namun, sejumlah badan usaha keberatan atas denda tersebut.
Dalam perkembangannya, denda tidak jadi diterapkan karena perlu aturan yang lebih kuat selain peraturan menteri. "Apakah denda dilaksanakan? Saya jalankan tugasnya, kemudian waktu itu ada keberatan," katanya, Selasa (14/1/2020).
Menurutnya, aturan mengenai pemberian denda harus dituangkan dalam regulasi yang lebih tinggi seperti undang-undang maupun peraturan pemerintah. Hingga saat ini aspek hukum pemberian denda masih menjadi pembahasan.
"Ada yang disetujui, ada yang masih proses, kemudian secara hukum berapa kali dirapatkan, nampaknya menurut Kemenkeu legal ini belum kuat [karena] hanya sekedar permen untuk memberikan sanksi," katanya.
Adapun realisasi pemanfaatan biodiesel di dalam negeri yang tercatat pada 2019 baru sebesar 75% dari target atau sebesar 6,26 juta kiloliter.