Bisnis.com, JAKARTA – Hasil kajian Jalur Puncak II atau biasa disebut Jalur Poros Tengah Timur (PTT) sebagai pemecah kemacetan Jalur Puncak Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, telah diserahkan kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Hasil kajian itu diserahkan oleh Bupati Bogor Ade Yasin. “Saya serahkan kajian pentingnya dibangun Jalur Puncak Dua. Yang kedua adalah buku hasil pertemuan 11 kepala daerah di Borderline Economc Summit 2019 karena kan itu kaitan dengan perbatasan,” ujarnya saat mendampingi Menhub meninjau Jalur Puncak di Pos Polisi Gadog, Ciawi Kabupaten Bogor, Senin (30/12/2019).
Menurutnya, buku hasil kajian tersebut bisa digunakan Kemenhub untuk melakukan pembahasan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), sebagai langkah penanganan Jalur Puncak Cisarua yang kini kelebihan kapasitas dan ketimpangan sosial di wilayah Timur Kabupaten Bogor.
Karena itu ada ketimpangan ekonomi di sana, akses kurang baik juga dan pariwisata susah untuk maju.
“Di sana ada potensi wisata pertanian, ketika infrastruktur tidak baik banyak ketimpangan, secara sosial ekonomi,” kata Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Menanggapi hal itu, Menhub mengatakan bahwa Jalur Puncak Cisarua yang kerap mengalami kepadatan kendaraan memang membutuhkan penanganan.
Baca Juga
"Puncak ini memang harus kita selesaikan secara integreted, satu sisi kita ingin ada akses tapi sisi lain kita juga harus memikirkan pertumbuhan, Bogor salah icon bagi daerah lainnya," ujarnya.
Kemenhub akan mencarikan solusi penanganan kemacetan Jalur Puncak Cisarua, tanpa ada perombakan yang berlebihan sehingga menurutnya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan.
Perlu Dukungan Pusat
Sebelumnya, Bupati Bogor Ade Yasin menyebut Jalur Puncak akan terus macet, jika pemerintah pusat diam dan tidak melanjutkan pembangunan Jalur Puncak II atau Poros Timur Tengah yang disingkat PTT.
Bahkan dia mengatakan segala upaya sudah dilakukan. Termasuk penerapan kanalisasi sistem 2-1 dan hasilnya tidak efektif mengurai kemacetan di Jalur Puncak hingga saat ini.
Padahal kanalisasi sistem 2-1 awalnya bakal dijadikan jawaban untuk keluhan warga Cisarua, yang mengalami keterbatasan mobilisasi. “Kanalisasi tidak efektif, warga pun masih terbatas geraknya oleh sistem one way,” kata Ade Yasin kepada Tempo, Selasa (24/12).
Ade mengatakan ketidakefektifan kanalisasi atau sistem 2-1 diakibatkan beberapa kendala.
Diantaranya lebar aksesibilitas jalur puncak yang tidak merata karena adanya bottleneck (penyempitan jalan) di beberapa titik, lalu pengemudi angkot yang menaik-turunkan penumpang seenaknya dan pengendara motor yang sulit dikendalikan.
Sehingga akibat-akibat itu menjadi akumulasi biang kemacetan panjang di Jalur Puncak. “Belum saat uji cobanya, terhitung ada puluhan traffic cone hilang,” katanya.